Cari Blog Ini

Senin, 02 Mei 2011

PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 13/13 /PBI/2011
TENTANG
PENILAIAN KUALITAS AKTIVA
BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung dari kemampuan bank dalam melakukan penanaman dana dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah;
b. bahwa penilaian kualitas aktiva dalam rangka pembentukan penyisihan penghapusan aktiva merupakan salah satu bentuk pengelolaan risiko yang bertujuan agar bank dapat menyerap potensi kerugian yang telah diperkirakan (expected loss);
c. bahwa dengan diberlakukannya undang-undang tentang perbankan syariah serta harmonisasi dengan ketentuan terkait lainnya, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan yang terkait dengan penilaian kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu mengatur kembali ketentuan mengenai kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Tahun 1999 Nomor 23 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk Pembiayaan, Surat Berharga Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Penyertaan Modal, Penyertaan Modal Sementara, Penempatan Pada Bank Lain, komitmen dan kontinjensi pada Transaksi Rekening Administratif, dan bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
4. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarahatau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarahuntuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
5. Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Mudharabah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerja sama suatu usaha antara Bank yang menyediakan seluruh modal dan nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank kecuali jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
6. Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Musyarakah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerja sama antara Bank dengan nasabah untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.
7. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Murabahah, adalah Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
8. Pembiayaan berdasarkan akad salam, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Salam, adalah Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.
9. Pembiayaan berdasarkan akad istishna', yang selanjutnya disebut Pembiayaan Istishna', adalah Pembiayaan suatu barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara nasabah dan penjual atau pembuat barang.
10. Pembiayaan berdasarkan akad ijarah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Ijarah, adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
11. Pembiayaan berdasarkan akad ijarah muntahiya bittamlik, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
12. Pembiayaan berdasarkan akad qardh, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Qardh, adalah Pembiayaan dalam bentuk pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
13. Surat Berharga Syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan Prinsip Syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal antara lain obligasi syariah, sertifikat reksadana syariah, dan surat berharga lainnya berdasarkan Prinsip Syariah.
14. Sertifikat Bank Indonesia Syariah, yang selanjutnya disebut sebagai SBIS, adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
15. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
16. Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible bonds) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah.
17. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal Bank, antara lain berupa pembelian saham dan/atau konversi Pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia.
18. Penempatan Pada Bank Lain adalah penanaman dana pada Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau BPRS antara lain dalam bentuk giro, tabungan, deposito, Pembiayaan, dan/atau bentuk penempatan lainnya berdasarkan Prinsip Syariah.
19. Transaksi Rekening Administratif adalah komitmen dan kontinjensi (off-balance sheet) berdasarkan Prinsip Syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi/endosemen, irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih berjalan, akseptasi wesel impor atas dasar L/C berjangka, standby L/C dan garansi lain berdasarkan Prinsip Syariah.
20. Proyeksi Bagi Hasil, yang selanjutnya disebut PBH, adalah perkiraan pendapatan yang akan diterima Bank dari nasabah atas Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil, dengan jumlah dan tanggal jatuh tempo yang disepakati antara Bank dan nasabah.
21. Realisasi Bagi Hasil, yang selanjutnya disebut RBH, adalah pendapatan yang diterima Bank dari nasabah atas Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil.
22. Aktiva Non Produktif adalah aset Bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk Agunan Yang Diambil Alih, properti terbengkalai, serta Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
23. Agunan Yang Diambil Alih, yang untuk selanjutnya disebut AYDA, adalah sebagian atau seluruh agunan yang dibeli Bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan, berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, dengan kewajiban untuk dicairkan kembali.
24. Rekening Antar Kantor adalah akun tagihan yang timbul dari transaksi antar kantor yang belum diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
25. Suspense Account adalah akun yang digunakan untuk menampung transaksi yang tidak teridentifikasi atau tidak didukung dengan dokumen pencatatan yang memadai sehingga tidak dapat diklasifikasikan dalam akun yang seharusnya.
26. Penyisihan Penghapusan Aktiva, yang selanjutnya disebut PPA, adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva.
27. Penilai Independen adalah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang:
a. tidak ada keterkaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan keuangan baik dengan Bank maupun nasabah yang menerima fasilitas;
b. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan kode etik profesi dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh institusi yang berwenang;
c. menggunakan metode penilaian berdasarkan standar profesi penilaian yang diterbitkan oleh institusi yang berwenang;
d. memiliki izin usaha dari institusi yang berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan penilai; dan
e. tercatat sebagai anggota asosiasi yang diakui oleh institusi yang berwenang.
28. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang selanjutnya disebut UMKM, adalah UMKM sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
29. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, yang selanjutnya disebut KPMM, adalah KPMM sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum.

BAB II
KUALITAS AKTIVA

Pasal 2
(1) Penanaman dan/atau penyediaan dana Bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.
(2) Bank wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah antisipasi agar kualitas aktiva senantiasa dalam keadaan Lancar.

Pasal 3
Penilaian kualitas aktiva dilakukan terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif.
Pasal 4
(1) Bank wajib melakukan penilaian dan penggolongan kualitas aktiva sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Dalam hal terjadi perbedaan penilaian kualitas aktiva antara Bank dan Bank Indonesia, kualitas aktiva yang diberlakukan adalah kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Bank wajib menyesuaikan kualitas aktiva sesuai dengan penilaian kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, paling lambat pada periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari Bank Indonesia.

BAB III
AKTIVA PRODUKTIF

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Bank wajib menggolongkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) nasabah pada Bank yang sama.
(2) Penggolongan kualitas yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula untuk Aktiva Produktif berupa penyediaan dana atau tagihan yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) Bank yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian Pembiayaan bersama dan/atau sindikasi.
(3) Dalam hal terdapat kualitas Aktiva Produktif yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank wajib menggolongkan kualitas yang sama untuk masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dalam hal Aktiva Produktif digolongkan berdasarkan faktor penilaian yang berbeda.

Pasal 6
Bank wajib melakukan penilaian kualitas Aktiva Produktif secara bulanan.
Pasal 7
(1) Penanaman dana Bank dalam bentuk Aktiva Produktif wajib didukung dengan dokumen yang lengkap dan memberikan informasi yang cukup.
(2) Bank Indonesia berwenang menurunkan kualitas Aktiva Produktif yang oleh Bank digolongkan Lancar dan Dalam Perhatian Khusus menjadi paling tinggi Kurang Lancar, apabila dokumen penanaman dana tidak memberikan informasi yang cukup untuk mendukung penggolongan dimaksud.

Bagian Kedua
Pembiayaan

Pasal 8
(1) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dilakukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. prospek usaha;
b. kinerja (performance) nasabah; dan
c. kemampuan membayar.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan digolongkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.

Pasal 9
(1) Penilaian terhadap prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. potensi pertumbuhan usaha;
b. kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan;
c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e. upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup.
(2) Penilaian terhadap kinerja nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. perolehan laba;
b. struktur permodalan;
c. arus kas; dan
d. sensitivitas terhadap risiko pasar.
(3) Penilaian terhadap kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. ketepatan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee;
b. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah;
c. kelengkapan dokumen Pembiayaan;
d. kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan;
e. kesesuaian penggunaan dana; dan
f. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

Pasal 10
(1) Penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan mempertimbangkan komponen-komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. signifikansi dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen; serta
b. relevansi dari faktor penilaian dan komponen terhadap nasabah yang bersangkutan.

Pasal 11
(1) Bank wajib memiliki ketentuan intern yang mengatur kriteria dan persyaratan nasabah Pembiayaan yang wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik, termasuk aturan mengenai batas waktu penyampaian laporan tersebut.
(2) Kewajiban nasabah untuk menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan dalam perjanjian antara Bank dan nasabah.
(3) Ketentuan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dari nasabah yang tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diturunkan satu tingkat dan digolongkan paling tinggi Kurang Lancar.

Pasal 12
(1) Penilaian terhadap kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar mengacu pada rasio RBH terhadap PBH dan/atau ketepatan pembayaran pokok.
(2) Penghitungan rasio RBH terhadap PBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan akumulasi selama periode Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang telah berjalan.
(3) PBH dihitung berdasarkan analisis kelayakan usaha dan arus kas masuk (cash inflow) nasabah selama jangka waktu Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah.
(4) Bank dapat mengubah PBH berdasarkan kesepakatan dengan nasabah apabila terdapat perubahan atas kondisi ekonomi makro, pasar, dan politik yang mempengaruhi usaha nasabah.
(5) Bank wajib mencantumkan PBH dan perubahan PBH dalam perjanjian Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah antara Bank dengan nasabah.

Pasal 13
(1) Dalam Pembiayaan Mudharabah, Bank tidak diwajibkan menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala oleh Nasabah.
(2) Bank wajib melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko tidak terbayarnya pokok Pembiayaan pada saat jatuh tempo apabila dalam Pembiayaan Mudharabah disepakati tidak ada pembayaran angsuran pokok secara berkala.
(3) Untuk Pembiayaan Musyarakah dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, Bank wajib menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow) usaha nasabah.
(4) Pembayaran angsuran atau pelunasan pokok Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah wajib dicantumkan dalam perjanjian Pembiayaan antara Bank dengan nasabah.

Pasal 14
(1) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya dapat hanya didasarkan atas faktor penilaian kemampuan membayar untuk:
a. Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya yang diberikan oleh setiap Bank kepada 1 (satu) nasabah atau 1 (satu) proyek dengan jumlah paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
b. Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya yang diberikan oleh setiap Bank kepada nasabah UMKM dengan jumlah:
1) lebih besar dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah) bagi Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. memiliki predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit "sangat memadai" (strong);
ii. memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan paling rendah 3 (tiga); dan
iii. memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku;
2) lebih besar dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) bagi Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. memiliki predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit "dapat diandalkan" (acceptable);
ii. memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan paling rendah 3 (tiga); dan
iii. memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi Unit Usaha Syariah berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit mengacu pada predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) Unit Usaha Syariah; dan
b. peringkat komposit tingkat kesehatan dan rasio KPMM mengacu pada peringkat komposit tingkat kesehatan dan rasio KPMM bank induknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diberlakukan untuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya yang diberikan kepada 1 (satu) nasabah UMKM dengan jumlah lebih besar dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) yang merupakan:
a. Pembiayaan yang direstrukturisasi; dan/atau
b. penyediaan dana kepada 50 (lima puluh) nasabah terbesar Bank.
(4) Dalam hal terdapat penyimpangan yang signifikan atas prinsip pembiayaan yang sehat, penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya yang diberikan oleh Bank kepada nasabah UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan faktor penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

Pasal 15
(1) Predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit, peringkat komposit tingkat kesehatan, dan rasio KPMM yang digunakan dalam penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b didasarkan pada penilaian Bank Indonesia yang diberitahukan kepada Bank pada tiap semester.
(2) Penggunaan predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit, peringkat komposit tingkat kesehatan Bank, dan rasio KPMM yang digunakan dalam penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dilakukan sebagai berikut:
a. penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya bulan Januari sampai dengan Juni menggunakan predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit, peringkat komposit tingkat kesehatan, dan rasio KPMM Bank paling lama posisi bulan September tahun sebelumnya; dan
b. penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dan penyediaan dana lainnya bulan Juli sampai dengan Desember menggunakan predikat penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko kredit, peringkat komposit tingkat kesehatan, dan rasio KPMM Bank paling lama posisi bulan Maret tahun yang sama.

Bagian Ketiga
Surat Berharga Syariah

Pasal 16
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah, sebagai berikut:
a. kebijakan mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah wajib disetujui oleh Dewan Komisaris;
b. prosedur mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah wajib disetujui paling kurang oleh Direksi;
c. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah; dan
d. kebijakan dan prosedur mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

Pasal 17
(1) Bank dapat melakukan investasi pada Surat Berharga Syariah.
(2) Surat Berharga Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan sepanjang sesuai dengan Prinsip Syariah.

Pasal 18
(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang diakui berdasarkan nilai pasar digolongkan Lancar sepanjang memenuhi persyaratan:
a. aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. terdapat informasi nilai pasar secara transparan;
c. telah diterima imbalan dalam jumlah dan waktu yang tepat, sesuai perjanjian; dan
d. belum jatuh tempo.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang diakui berdasarkan harga perolehan atau yang diakui berdasarkan nilai pasar namun tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan/atau tidak terdapat informasi nilai pasar yang transparan, digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) memiliki peringkat investasi (investment grade) atau lebih tinggi yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat (rating agency) yang diakui oleh Bank Indonesia dan diterbitkan dalam waktu satu tahun terakhir;
2) telah diterima imbalan dalam jumlah dan waktu yang tepat, sesuai perjanjian; dan
3) belum jatuh tempo;
b. Kurang Lancar, apabila:
1) memiliki peringkat investasi (investment grade) atau lebih tinggi yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat (rating agency) yang diakui oleh Bank Indonesia dan diterbitkan dalam waktu satu tahun terakhir;
2) terdapat penundaan pembayaran bagi hasil/marjin/fee berkala atau kewajiban lain sejenis; dan
3) belum jatuh tempo;
atau
1) memiliki peringkat paling kurang 1 (satu) tingkat di bawah peringkat investasi (investment grade) yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat (rating agency) yang diakui oleh Bank Indonesia dan diterbitkan dalam waktu satu tahun terakhir;
2) tidak terdapat penundaan pembayaran bagi hasil/marjin/fee berkala atau kewajiban lain sejenis; dan
3) belum jatuh tempo;
c. Macet, apabila Surat Berharga Syariah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(3) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah di luar Surat Berharga Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang diterbitkan oleh nasabah mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 19
(1) Bank dilarang memiliki Aktiva Produktif dalam bentuk saham dan/atau Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham.
(2) Bank hanya dapat memiliki Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari sepanjang:
a. aset yang mendasari dapat diyakini kebenarannya;
b. Bank memiliki hak atas aset yang mendasari atau hak atas nilai dari aset yang mendasari;
c. Bank memiliki informasi yang jelas, tepat, dan akurat mengenai rincian aset yang mendasari, yang mencakup penerbit dan nilai dari masing-masing aset dasar, termasuk setiap perubahannya; dan
d. Bank menatausahakan rincian komposisi dan penerbit aset yang mendasari serta menyesuaikan penatausahaan dalam hal terjadi perubahan komposisi aset.

Pasal 20
(1) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, yang pembayaran kewajibannya terkait langsung dengan aset yang mendasari (pass through), baik yang dapat dibeli kembali maupun tidak dapat dibeli kembali (non redemption) oleh penerbit, didasarkan pada:
a. kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2); atau
b. kualitas aset yang mendasari Surat Berharga Syariah apabila Surat Berharga Syariah tidak memiliki peringkat.
(2) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah berupa sertifikat reksadana, didasarkan pada:
a. kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2); atau
b. kualitas aset yang mendasari sertifikat reksadana dan kualitas penerbit sertifikat reksadana, apabila sertifikat reksadana tidak memiliki peringkat.

Pasal 21
Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang diterbitkan atau diendos oleh Bank lain digolongkan sebagai berikut:
a. untuk Surat Berharga Syariah yang memiliki peringkat dan/atau aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, ditetapkan berdasarkan kualitas terendah antara:
1) hasil penilaian berdasarkan ketentuan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang berlaku, atau
2) hasil penilaian berdasarkan ketentuan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain.
b. Surat Berharga Syariah yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan tidak memiliki peringkat, digolongkan berdasarkan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain.

Pasal 22
Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk SBIS dan Surat Berharga Syariah dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Prinsip Syariah digolongkan Lancar.
Bagian Keempat
Penyertaan Modal

Pasal 23
(1) Penyertaan Modal dengan pangsa Bank lebih rendah dari 20% (dua puluh persen) wajib dicatat dengan metode biaya (cost method) dan digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian kumulatif;
b. Kurang Lancar, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari modal perusahaan;
c. Diragukan, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari modal perusahaan; atau
d. Macet, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal perusahaan;
(2) Penyertaan Modal dengan pangsa Bank 20% (dua puluh persen) atau lebih wajib dicatat dengan metode ekuitas (equity method) dan digolongkan Lancar.
(3) Dalam rangka Penyertaan Modal, Bank wajib juga tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam penyertaan modal, dan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.

Pasal 24
(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara dinilai berdasarkan jangka waktu penyertaan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila belum melampaui jangka waktu 1 (satu ) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun dan belum melampaui jangka waktu 4 (empat) tahun;
c. Diragukan, apabila telah melampaui jangka waktu 4 (empat) tahun dan belum melampaui 5 (lima) tahun; atau
d. Macet, apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun atau belum ditarik kembali meskipun perusahaan nasabah telah memiliki laba kumulatif.
(3) Bank Indonesia berwenang menurunkan kualitas Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terdapat bukti yang memadai bahwa:
a. penjualan Penyertaan Modal Sementara diperkirakan akan dilakukan dengan harga yang lebih rendah dari nilai buku; dan/atau
b. penjualan Penyertaan Modal Sementara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diperkirakan sulit untuk dilakukan.
(4) Dalam rangka Penyertaan Modal Sementara, Bank wajib juga tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal dan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.

Bagian Kelima
Penempatan Pada Bank Lain

Pasal 25
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain, dengan ketentuan:
a. kebijakan penempatan wajib disetujui oleh Dewan Komisaris;
b. prosedur penempatan wajib disetujui paling kurang oleh Direksi;
c. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan penempatan; dan
d. kebijakan dan prosedur penempatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

Pasal 26
(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk akad qardh;
ii. dapat ditarik setiap saat untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. tidak terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari atau sama dengan 80% (delapan puluh persen) untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin untuk Pembiayaan Murabahah.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi sampai dengan 5 (lima) hari kerja dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari 30% (tiga puluh persen) dan lebih kecil dari 80% (delapan puluh persen), atau rasio RBH terhadap PBH sama atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Murabahah.
c. Macet, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM lebih rendah dari ketentuan yang berlaku;
2) bank yang menerima penempatan telah ditetapkan dalam pengawasan khusus, telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha, atau telah dicabut izin usahanya; dan/atau
3) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi lebih dari 5 (lima) hari kerja dan/atau rasio RBH terhadap PBH sama dengan atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) lebih dari 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Murabahah.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain berupa Pembiayaan kepada BPRS dalam rangka Linkage Program dengan pola executing digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk akad qardh;
ii. dapat ditarik setiap saat untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. tidak terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari atau sama dengan 80% (delapan puluh persen) untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin untuk Pembiayaan Murabahah.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi sampai dengan 30 (tiga puluh) hari dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari 30% (tiga puluh persen) dan lebih kecil dari 80% (delapan puluh persen), atau rasio RBH terhadap PBH sama atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk Pembiayaan Murabahah.
c. Macet, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM lebih rendah dari ketentuan yang berlaku;
2) BPRS yang menerima penempatan telah ditetapkan dalam pengawasan khusus, telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha, atau telah dicabut izin usahanya; dan/atau
3) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi lebih dari 30 (tiga puluh) hari dan/atau rasio RBH terhadap PBH sama dengan atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) lebih dari 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk Pembiayaan Murabahah.

Pasal 27
Kualitas tagihan akseptasi digolongkan sebagai berikut:
a. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah bank lain; atau
b. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah nasabah.

Bagian Keenam
Transaksi Rekening Administratif

Pasal 28
Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Transaksi Rekening Administratif digolongkan sebagai berikut:
a. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila pihak lawan transaksi dari Transaksi Rekening Administratif tersebut adalah bank lain; atau
b. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila pihak lawan transaksi dari Transaksi Rekening Administratif tersebut adalah nasabah.

Pasal 29
(1) Penetapan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Transaksi Rekening Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak berlaku untuk kewajiban komitmen dan kontinjensi yang:
a. dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh Bank; atau
b. dibatalkan secara otomatis oleh Bank apabila kondisi nasabah menurun menjadi Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet.
(1) Bank yang memiliki kewajiban komitmen dan kontinjensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan klausula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b ke dalam perjanjian antara Bank dengan nasabah.

BAB IV
AKTIVA NON PRODUKTIF

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 30
Bank wajib menilai kualitas Aktiva Non Produktif secara bulanan.
Bagian Kedua
Agunan yang Diambil Alih

Pasal 31
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA.
Pasal 32
(1) Bank dapat mengambilalih agunan dalam rangka penyelesaian Pembiayaan.
(2) Pengambilalihan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap nasabah Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.

Pasal 33
(1) Bank wajib menilai AYDA pada saat pengambilalihan agunan atas dasar net realizable value.
(2) Penetapan net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Penilai Independen, untuk AYDA dengan nilai Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau lebih.
(3) Maksimum net realizable value adalah sebesar nilai Pembiayaan yang diselesaikan dengan AYDA.

Pasal 34
(1) Bank yang mengambil alih agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 wajib mencairkan AYDA paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pengambilalihan.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya pencairan AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 35
Kualitas Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila AYDA dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun; atau
b. Macet, apabila AYDA dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun.
Bagian Ketiga
Properti Terbengkalai

Pasal 36
(1) Bank wajib melakukan identifikasi dan penggolongan terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Penetapan Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Direksi dan didokumentasikan.
(3) Dalam hal sebagian besar dari suatu properti digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim maka bagian lainnya yang tidak digunakan tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
(4) Dalam hal sebagian kecil dari suatu properti digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim maka bagian lainnya yang tidak digunakan digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.

Pasal 37
(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 38
(1) Kualitas Aktiva Non Produktif dalam bentuk Properti Terbengkalai digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
c. Diragukan, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun; atau
d. Macet, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun.
(2) Properti Terbengkalai yang tidak dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, ditetapkan memiliki kualitas satu tingkat di bawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Keempat
Rekening Antar Kantor dan Suspense Account

Pasal 39
(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Rekening Antar Kantor dan Suspense Account digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Rekening Antar Kantor dan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
b. Macet, apabila Rekening Antar Kantor dan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank lebih dari 6 (enam) bulan.

BAB V
PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40
(1) Bank wajib membentuk PPA terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif.
(2) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif; dan
b. cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif.
(3) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibentuk paling kurang sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.

Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan

Pasal 41
(1) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a, ditetapkan paling rendah sebesar 1 % (satu persen) dari seluruh Aktiva Produktif yang digolongkan Lancar.
(2) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam bentuk SBIS, Surat Berharga Syariah yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, dan bagian Aktiva Produktif yang dijamin dengan jaminan Pemerintah Indonesia atau agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a dan huruf b.
(3) Pembentukan cadangan khusus PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) ditetapkan paling rendah sebesar:
a. 5% (lima persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan;
b. 15% (lima belas persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;
c. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Diragukan setelah dikurangi nilai agunan; atau
d. 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Macet setelah dikurangi nilai agunan.
(4) Kewajiban membentuk PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Ijarahatau Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
(5) Bank wajib membentuk penyusutan atau amortisasi Aktiva Produktif dalam bentuk:
a. Pembiayaan Ijarahsesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi Bank bagi aktiva yang sejenis; dan/atau
b. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamliksesuai dengan masa sewa.
(6) Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dilakukan untuk Aktiva Produktif.

Pasal 42
Pembentukan PPA untuk Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Istishna', dan Pembiayaan multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok;
b. Pembiayaan Salam dihitung berdasarkan harga perolehan; dan
c. Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, dan Pembiayaan Qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet.

Bagian Ketiga
Penilaian Agunan

Pasal 43
Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk agunan berupa jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebesar 100% (seratus persen) dari nilai yang dijamin;
b. untuk agunan tunai berupa giro, tabungan, deposito, setoran jaminan, dan/atau emas yang diblokir dan disertai dengan surat kuasa pencairan, paling tinggi sebesar 100% (seratus persen);
c. untuk agunan berupa surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia, paling tinggi sebesar 100% (seratus persen);
d. untuk agunan berupa Surat Berharga Syariah yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi yang diikat secara gadai, paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai yang tercatat di bursa efek pada akhir bulan;
e. untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal yang diikat dengan hak tanggungan, paling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian oleh Penilai Independen dilakukan dalam 18 (delapan belas) bulan terakhir; atau
b) penilaian oleh penilai intern dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir;
2) 50% (lima puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir;
3) 30% (tiga puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir;
4) 0% (nol persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir;
f. untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan bukan untuk tempat tinggal dan mesin yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah yang diikat dengan hak tanggungan; pesawat udara dan kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik yang diikat dengan hipotek; kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia; serta resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang, paling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir;
2) 50% (lima puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir;
3) 30% (tiga puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
4) 0% (nol persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.

Pasal 44
(1) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA dilarang melebihi nilai pengikatan agunan.
(2) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan berdasarkan nilai terendah antara perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dengan nilai pengikatan agunan.

Pasal 45
(1) Penilaian agunan wajib dilakukan oleh Penilai Independen bagi Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atau grup nasabah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Penilaian agunan dapat dilakukan oleh penilai intern Bank bagi Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atau grup nasabah paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(3) Dalam hal penilaian agunan tidak dilakukan oleh Penilai Independen bagi Pembiayaan lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka hasil penilaian agunan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPA.
(4) Bank wajib menggunakan nilai yang terendah apabila terdapat beberapa nilai dari Penilai Independen atau penilai intern.

Pasal 46
(1) Bank Indonesia berwenang melakukan penghitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPA, antara lain apabila:
a. agunan tidak dilengkapi dengan dokumen terkait dan pengikatan agunan belum sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
b. penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45; atau
c. perjanjian asuransi yang melindungi agunan tidak mencantumkan banker's clause yaitu klausula yang memberikan hak kepada Bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim.
(2) Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus:
a. memenuhi ketentuan permodalan sesuai ketentuan yang ditetapkan institusi yang berwenang; dan
b. bukan merupakan pihak terkait dengan Bank atau kelompok peminjam dengan nasabah Bank, kecuali agunan dimaksud direasuransikan kepada perusahaan asuransi yang bukan merupakan pihak terkait dengan Bank atau kelompok peminjam dengan nasabah Bank.
(3) Bank wajib menyesuaikan perhitungan PPA sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, paling lambat pada periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari Bank Indonesia.

BAB VI
HAPUS BUKU DAN HAPUS TAGIH

Pasal 47
(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih Pembiayaan yang antara lain mencakup sebagai berikut:
a. kebijakan hapus buku dan hapus tagih wajib disetujui oleh Dewan Komisaris;
b. prosedur hapus buku dan hapus tagih wajib disetujui paling kurang oleh Direksi;
c. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan hapus buku dan hapus tagih; dan
d. kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(2) Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.
(3) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan (partial write off).
(4) Hapus tagih dapat dilakukan baik untuk sebagian maupun untuk seluruh Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan.

Pasal 48
(1) Hapus buku dan/atau hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 hanya dapat dilakukan setelah Bank melakukan berbagai upaya yang maksimal untuk menyelesaikan Aktiva Produktif yang digolongkan Macet.
(2) Bank wajib menatausahakan dokumen mengenai upaya yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dasar pertimbangan pelaksanaan hapus buku dan/atau hapus hak tagih.
(3) Bank wajib menatausahakan data dan informasi mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang telah dihapus buku dan/atau dihapus tagih.

BAB VII
SANKSI

Pasal 49
(1) Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (3), Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (5), Pasal 13 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), Pasal 13 ayat (4), Pasal 16, Pasal 19 ayat (1), Pasal 23, Pasal 24 ayat (4), Pasal 25, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34, Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (5), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (4), Pasal 46 ayat (3), Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan/atau Pasal 48 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 19 wajib membentuk PPA sebesar 100% (seratus persen) terhadap aktiva dimaksud.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50
Penggolongan kualitas dan pembentukan PPA untuk Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA yang dimiliki Bank sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 52
Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini, maka:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 54
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
GUBERNUR BANK INDONESIA,

DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 13/ 13 /PBI/2011
TENTANG
PENILAIAN KUALITAS AKTIVA
BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

I. UMUM

Untuk menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat, Bank harus mampu melakukan penanaman dana yang dapat menghasilkan keuntungan optimal dengan tetap berpegang kepada prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah. Pengembangan industri perbankan syariah tersebut perlu didukung dengan perangkat kebijakan dan pengaturan yang memberikan keleluasan kepada perbankan syariah untuk menawarkan produk dan jasa yang lebih sesuai dengan karakteristik kegiatan usaha nasabah yang dibiayai.

Dalam rangka mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin muncul atas penanaman dana tersebut, Bank wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva berdasarkan hasil penilaian kualitas aktiva.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, dan perubahan ketentuan terkait lainnya, serta untuk mendukung pengembangan industri perbankan syariah maka perlu diatur kembali beberapa batasan dan kriteria penilaian kualitas aktiva serta pembentukan penyisihan penghapusan aktiva untuk setiap penyediaan dana.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian dalam penanaman dan/atau penyediaan dana" adalah penanaman dan/atau penyediaan dana dilakukan antara lain berdasarkan:
1) analisis kelayakan usaha dengan memperhatikan paling kurang faktor 5C (Character, Capital, Capacity, Condition of economy dan Collateral); dan/atau
2)penilaian terhadap aspek prospek usaha, kinerja (performance), dan kemampuan membayar.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menilai" adalah mengevaluasi kondisi nasabah dan/atau kelayakan usaha yang akan dibiayai.
Yang dimaksud dengan "memantau" adalah mengawasi perkembangan kinerja usaha nasabah dari waktu ke waktu.
Yang dimaksud dengan "mengambil langkah-langkah antisipasi" adalah melakukan tindakan dan upaya pencegahan atas kemungkinan timbulnya kegagalan dalam penanaman dana.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penilaian kualitas aktiva yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain didasarkan pada pemeriksaan atau pengawasan Bank.
Ayat (3)
Termasuk dalam pengertian pemberitahuan adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam pertemuan terakhir dalam rangka pemeriksaan Bank (exit meeting).

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Bank A memberikan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Murabahah kepada nasabah X. Hasil penilaian yang dilakukan Bank A untuk masing-masing Aktiva Produktif adalah sebagai berikut:
a. Dalam Perhatian Khusus, untuk Pembiayaan Mudharabah; dan
b. Kurang Lancar, untuk Pembiayaan Murabahah.
Karena Pembiayaan digunakan untuk membiayai 1 (satu) nasabah, maka kualitas Aktiva Produktif yang digolongkan oleh Bank A kepada nasabah X mengikuti yang paling rendah yaitu Kurang Lancar.
Ayat (4)
Mengingat faktor penilaian untuk penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan berbeda dengan faktor penilaian untuk penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah maka kualitas untuk kedua jenis Aktiva Produktif tersebut dapat digolongkan secara berbeda meskipun untuk nasabah yang sama.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dokumen yang lengkap" adalah dokumen penanaman dana yang paling kurang meliputi aplikasi, analisa, keputusan, dan pemantauan atas penanaman dana serta perubahannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "nasabah" adalah nasabah yang wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Kewajiban audit laporan keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan nasabah akurat dan dapat dipercaya, mengingat kondisi keuangan nasabah merupakan salah satu kriteria dalam penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan yang berlaku" antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1999.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "akumulasi selama periode Pembiayaan yang telah berjalan" adalah penjumlahan RBH atau PBH sejak awal Pembiayaan sampai dengan posisi bulan penilaian.
Contoh:
Pembiayaan Mudharabah diberikan pada bulan Maret 2011, dengan jangka waktu selama 1 (satu) tahun. Penghitungan akumulasi PBH yang dilakukan pada bulan Juni 2011 adalah PBH bulan Maret 2011 ditambah PBH bulan April 2011 ditambah PBH bulan Mei 2011 ditambah PBH bulan Juni 2011.
Ayat (3)
PBH tidak selalu ditetapkan dalam periode bulanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas. Pasal 13
Ayat (1)
Penetapan perlu atau tidaknya pembayaran angsuran pokok secara berkala disesuaikan dengan karakteristik usaha nasabah yang dibiayai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "langkah-langkah untuk mengurangi risiko" antara lain melakukan evaluasi kinerja usaha nasabah paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "penyediaan dana lainnya" adalah penerbitan jaminan dan/atau pembukaan Letter ofCredit (L/C).
Huruf b
Kecukupan sistem pengendalian risiko (risk control system) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko bagi Bank.
Penilaian tingkat kesehatan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tingkat kesehatan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Bagi Unit Usaha Syariah, yang dimaksud dengan "50 (lima puluh) nasabah terbesar" adalah 50 (lima puluh) nasabah terbesar dari Unit Usaha Syariah, tidak termasuk nasabah dari bank induknya.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dapat diperdagangkan sepanjang sesuai dengan Prinsip Syariah" adalah akad yang dipakai sebagai dasar penerbitan Surat Berharga Syariah memperbolehkan Surat Berharga Syariah tersebut untuk diperdagangkan dengan mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia.

Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Surat Berharga Syariah yang diakui berdasarkan nilai pasar" adalah surat berharga yang tersedia untuk dijual (available for sale) dan Surat Berharga Syariah dalam portofolio untuk diperdagangkan (trading).
Huruf a
Yang dimaksud dengan "aktif diperdagangkan di bursa efek" adalah terdapat volume transaksi yang signifikan dan wajar (arms length transaction) di bursa efek di Indonesia dalam 10 (sepuluh) hari kerja terakhir.
Huruf b
Informasi nilai pasar secara transparan harus dapat diperoleh dari media publikasi yang lazim untuk transaksi bursa efek.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Surat Berharga Syariah yang diakui berdasarkan harga perolehan" adalah surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (hold to maturity).
Yang dimaksud dengan "peringkat investasi (investment grade) dan lembaga pemeringkat" yaitu peringkat dan lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 19
Ayat (1)
Kepemilikan Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham hanya dapat dilakukan untuk tujuan Penyertaan Modal atau Penyertaan Modal Sementara dan dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Ayat (2)
Huruf a
Keberadaan aset dapat diyakini apabila aset dimaksud antara lain disimpan di bank kustodian, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), atau Bank Indonesia.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Pembayaran kewajiban Surat Berharga Syariah dikatakan terkait langsung dengan aset yang mendasari (pass through) apabila pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee Surat Berharga Syariah semata-mata bersumber dari pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee dari aset yang mendasari.
Ayat (2)
Huruf a
Penggolongan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah berupa sertifikat reksadana yang berdasarkan ketentuan penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah, dilakukan terhadap sertifikat reksadana sebagai satu produk dan bukan terhadap setiap jenis aset yang mendasari sertifikat reksadana dimaksud.
Huruf b
Penilaian atas kualitas aset yang mendasari sertifikat reksadana dan kualitas penerbit sertifikat reksadana ditekankan pada:
1. kinerja, likuiditas dan reputasi penerbit maupun pihak terkait lainnya seperti asuransi; dan
2. diversifikasi portofolio yang dimiliki penerbit yang mempertimbangkan risiko dan prinsip kehati-hatian.
Pasal 21
Huruf a
Angka 1)
Cukup jelas.
Angka 2)
Yang dimaksud dengan "Bank Lain" yaitu bank penerbit atau bank pemberi endosemen.
Huruf b
Surat Berharga Syariah yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan tidak memiliki peringkat antara lain wesel ekspor.
Yang dimaksud dengan "Bank Lain" yaitu bank penerbit atau bank pemberi endosemen.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kerugian kumulatif" adalah kerugian perusahaan setelah diperhitungkan dengan laba dan kerugian tahun-tahun sebelumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "laba kumulatif" adalah laba perusahaan setelah diperhitungkan dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya.
Ayat (3)
Penjualan yang lebih rendah dari nilai buku dan atau kesulitan penjualan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun antara lain disebabkan karena kelemahan dalam kondisi keuangan, manajemen perusahaan, kondisi pasar atau rendahnya permintaan terhadap saham perusahaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1)
Yang dimaksud dengan "rasio KPMM" adalah rasio KPMM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk bank di dalam negeri atau oleh otoritas yang berwenang untuk bank di luar negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Angka 2)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Linkage Program" adalah kerja sama antara Bank dan BPRS, dalam menyalurkan Pembiayaan kepada UMKM. Linkage Program dengan pola executing adalah Pembiayaan yang diberikan Bank kepada BPRS untuk diteruspinjamkan kepada nasabah Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang risikonya menjadi beban BPRS.

Pasal 27
Yang dimaksud dengan "tagihan akseptasi" adalah tagihan yang timbul sebagai akibat akseptasi yang dilakukan terhadap wesel berjangka.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Yang dimaksud dengan "kebijakan dan prosedur tertulis" termasuk mekanisme pengambilalihan AYDA dan persyaratan AYDA.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "net realizable value" adalah estimasi harga pasar dikurangi estimasi biaya dalam rangka pengambilalihan AYDA.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pada saat pengambilalihan AYDA, Bank melakukan pencatatan sebagai berikut:
- apabila net realizable value lebih besar dari nilai Pembiayaan (hutang nasabah) maka Bank mencatat nilai AYDA sebesar nilai Pembiayaan dan selisih lebihnya dicatat dalam rekening administratif Bank karena merupakan hak nasabah; atau
- apabila net realizable value lebih kecil dari nilai Pembiayaan (hutang nasabah) maka Bank mencatat nilai AYDA sebesar net realizable value dan selisih kurangnya dicatat dalam pembukuan Bank sebagai kewajiban nasabah.
Pasal 34
Ayat (1)
Pengaturan ini dimaksudkan agar Bank segera menjual AYDA dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan bukan untuk memiliki agunan lebih dari jangka waktu tersebut.
Dalam hal hasil pencairan AYDA lebih besar dari hutang nasabah maka selisih lebihnya merupakan hak nasabah. Dalam hal hasil pencairan AYDA lebih kecil dari hutang nasabah maka selisih kurangnya tetap merupakan kewajiban nasabah. Dalam hal Bank tidak dapat menagih kewajiban nasabah tersebut maka Bank dapat mencatatnya sebagai kerugian Bank.
Ayat (2)
Dokumentasi antara lain mencakup bukti data dan informasi mengenai upaya pemasaran dan penjualan AYDA.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Properti Terbengkalai" adalah aktiva tetap yang dimiliki Bank dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim.
Tidak termasuk dalam pengertian properti terbengkalai adalah:
- properti yang dikategorikan memiliki klasifikasi sebagai aset Bank dalam Pembiayaan Ijarah sesuai fatwa dan ketentuan berlaku;
- properti yang digunakan sebagai penunjang kegiatan usaha Bank, sepanjang dimiliki dalam jumlah yang wajar, seperti rumah dinas dan properti untuk sarana pendidikan; atau
- properti lain yang telah ditetapkan untuk digunakan Bank dalam kegiatan usaha dalam waktu dekat, misalnya tanah dan bangunan di atasnya yang sedang dipersiapkan untuk menjadi kantor Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Suatu properti berupa gedung terdiri dari 10 (sepuluh) lantai. Lantai 1 sampai dengan lantai 6 digunakan untuk kegiatan usaha yang lazim. Lantai 7 sampai dengan lantai 10 tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai meskipun tidak digunakan.
Ayat (4)
Contoh:
Suatu properti berupa gedung mempunyai luas 1.000 meter persegi. Yang digunakan untuk kegiatan usaha yang lazim seluas 200 meter persegi. Sisanya seluas 800 meter persegi digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "upaya penyelesaian" antara lain upaya pemasaran dan penjualan Properti Terbengkalai.
Ayat (2)
Dokumentasi antara lain mencakup bukti data dan informasi mengenai upaya pemasaran dan penjualan Properti Terbengkalai.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Ayat (1)
Upaya penyelesaian diperlukan agar seluruh transaksi Bank diakui dan dicatat berdasarkan karakteristik dari transaksi tersebut dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekayasa transaksi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Bank.
Ayat (2)
Rekening Antar Kantor yang dinilai adalah akun Rekening Antar Kantor di sisi aktiva tanpa dilakukan set off dengan Rekening Antar Kantor di sisi pasiva, mengingat pihak lawan transaksi belum dapat dipastikan sebagai pihak atau kantor yang sama.

Pasal 40
Ayat (1)
Pembentukan PPA terhadap Aktiva Non Produktif dimaksudkan untuk mendorong Bank melakukan upaya penyelesaian dan untuk antisipasi terhadap potensi kerugian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penyusutan atau amortisasi untuk Pembiayaan Ijarah atau Ijarah Muntahiya Bittamlikmengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku untuk bank syariah. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus konsisten dan mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari objek ijarah.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 42
Yang dimaksud dengan "Pembiayaan multijasa" adalah Pembiayaan Bank kepada nasabah dalam rangka memperoleh manfaat atas suatu jasa.

Pasal 43
Huruf a
Yang dimaksud dengan "Pemerintah Indonesia" adalah pemerintah pusat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "giro, tabungan, dan deposito" adalah termasuk giro, tabungan, dan deposito di bank umum konvensional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Peringkat investasi (investment grade) didasarkan pada peringkat dalam satu tahun terakhir yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat. Apabila peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat dalam satu tahun terakhir tidak tersedia maka surat berharga dianggap tidak memiliki peringkat.
Huruf e
Pengikatan agunan dengan hak tanggungan harus sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada masalah pendaftaran, sehingga Bank memiliki hak preferensi terhadap agunan dimaksud.
Yang dimaksud dengan "nilai wajar" adalah mengacu kepada standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Huruf f
Pemasangan hak tanggungan atas tanah beserta mesin yang berada di atasnya harus dicantumkan dengan jelas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Pengikatan agunan dengan hipotek harus sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada masalah pendaftaran, sehingga Bank memiliki hak preferensi terhadap agunan dimaksud.
Pengikatan agunan secara fidusia harus sesuai dengan ketentuan dan prosedur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada masalah pendaftaran, sehingga Bank memiliki hak preferensi terhadap agunan dimaksud.
Yang dimaksud dengan "resi gudang" adalah resi gudang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak jaminan atas resi gudang adalah hak jaminan yang dibebankan pada resi gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain.
Nilai wajar untuk resi gudang adalah nilai yang ditentukan oleh pihak atau lembaga yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk resi gudang.

Pasal 44
Nilai agunan dapat mengalami perubahan sesuai hasil penilaian terkini antara lain karena terjadinya perubahan nilai pasar, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan perubahan fisik agunan.

Pasal 45
Ayat (1)
Batasan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) diperhitungkan terhadap seluruh fasilitas yang diberikan kepada nasabah atau grup nasabah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Termasuk dalam pengertian pemberitahuan adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam pertemuan terakhir dalam rangka pemeriksaan Bank (exit meeting).

Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hapus buku" adalah tindakan administratif Bank untuk menghapus buku Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus atau menghilangkan hak tagih Bank kepada nasabah.
Yang dimaksud dengan "hapus tagih" adalah tindakan Bank menghapus kewajiban nasabah yang tidak dapat diselesaikan untuk selamanya (hak tagih menjadi hapus).
Kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih antara lain memuat kriteria, persyaratan, limit, kewenangan dan tanggung jawab serta tata cara hapus buku dan hapus tagih.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan hapus buku dilakukan terhadap seluruh Pembiayaan yang diberikan dan diikat dalam satu perjanjian.
Ayat (4)
Hapus tagih terhadap sebagian Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan hanya dapat dilakukan dalam rangka restrukturisasi Pembiayaan atau dalam rangka penyelesaian Pembiayaan.

Pasal 48
Ayat (1)
Upaya yang dapat dilakukan antara lain dalam bentuk penagihan kepada nasabah, restrukturisasi Pembiayaan, meminta pembayaran dari pihak yang memberikan garansi atas Aktiva Produktif dimaksud, dan/atau penyelesaian Pembiayaan melalui pengambilalihan agunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar