Cari Blog Ini

Senin, 02 Mei 2011

PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 13/14/PBI/2011
TENTANG
PENILAIAN KUALITAS AKTIVA
BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tergantung dari kemampuan bank dalam melakukan penanaman dana dengan mempertimbangkan risiko dan prinsip kehati-hatian yang tercermin pada pemenuhan kualitas aktiva dan penyisihan penghapusan aktiva yang memadai baik terhadap aktiva produktif dan aktiva non produktif;
b. bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah perlu dilakukan penyesuaian pengaturan terkait dengan kualitas aktiva;
c. bahwa ketentuan mengenai kualitas aktiva sangat berpengaruh dengan pengembangan industri perbankan syariah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Tahun 1999 Nomor 23 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Aktiva Produktif adalah penanaman dana BPRS untuk mendapatkan penghasilan, antara lain dalam bentuk Pembiayaan dan Penempatan Pada Bank Lain sesuai dengan Prinsip Syariah.
3. Aktiva Non Produktif adalah aset BPRS selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, yaitu dalam bentuk Agunan Yang Diambil Alih.
4. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabahdan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna';
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
5. Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Mudharabah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerjasama suatu usaha antara BPRS yang menyediakan seluruh modal dan nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh BPRS kecuali jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
6. Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Musyarakah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerja sama antara BPRS dengan nasabah untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.
7. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Murabahah, adalah Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
8. Pembiayaan berdasarkan akad salam, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Salam, adalah Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.
9. Pembiayaan berdasarkan akad istishna', yang selanjutnya disebut Pembiayaan Istishna', adalah Pembiayaan suatu barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara nasabah dan penjual atau pembuat barang.
10. Pembiayaan berdasarkan akad ijarah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Ijarah, adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
11. Pembiayaan berdasarkan akad ijarah muntahiyya bittamlik, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
12. Pembiayaan berdasarkan akad qardh, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Qardh, adalah Pembiayaan dalam bentuk pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
13. Penempatan Pada Bank Lain adalah penanaman dana pada Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah atau BPRS lainnya berdasarkan Prinsip Syariah antara lain dalam bentuk giro, tabungan, dan/atau deposito, Pembiayaan, dan/atau bentuk-bentuk penempatan lainnya sesuai dengan Prinsip Syariah.
14. Proyeksi Bagi Hasil, yang selanjutnya disebut PBH, adalah perkiraan pendapatan yang akan diterima BPRS dari nasabah atas Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil, dengan jumlah dan tanggal jatuh tempo yang disepakati antara BPRS dan nasabah.
15. Realisasi Bagi Hasil, yang selanjutnya disebut RBH, adalah pendapatan yang diterima BPRS dari nasabah atas Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah setelah memperhitungkan nisbah bagi hasil.
16. Agunan Yang Diambil Alih, yang selanjutnya disebut AYDA, adalah sebagian atau seluruh agunan yang dibeli BPRS, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan, berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, dengan kewajiban untuk dicairkan kembali.
17. Penyisihan Penghapusan Aktiva, yang selanjutnya disebut PPA, adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva.
18. Penilai Independen adalah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang:
a. tidak ada keterkaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan keuangan baik dengan BPRS maupun nasabah yang menerima fasilitas;
b. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan kode etik profesi dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh institusi yang berwenang;
c. menggunakan metode penilaian berdasarkan standar profesi penilaian yang diterbitkan oleh institusi yang berwenang;
d. memiliki izin usaha dari institusi yang berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan penilai; dan
e. tercatat sebagai anggota asosiasi yang diakui oleh institusi yang berwenang.

BAB II
KUALITAS AKTIVA

Pasal 2
(1) Penanaman dan/atau penyediaan dana BPRS wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.
(2) BPRS wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah antisipasi agar kualitas aktiva senantiasa dalam keadaan Lancar.

Pasal 3
(1) BPRS wajib melakukan penilaian kualitas aktiva baik terhadap Aktiva Produktif, Aktiva Non Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Penilaian kualitas aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bulanan.

BAB III
AKTIVA PRODUKTIF

Pasal 4
(1) BPRS wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) nasabah pada BPRS yang sama.
(2) Dalam hal terdapat kualitas Aktiva Produktif yang berbeda untuk 1 (satu) nasabah pada BPRS yang sama, BPRS wajib menggolongkan kualitas yang sama untuk masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah.

Pasal 5
(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
(2) Penggolongan kualitas Aktiva Produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada ketepatan dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh nasabah.

Pasal 6
(1) Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar mengacu pada pencapaian rasio RBH terhadap PBH dan/atau ketepatan pembayaran pokok.
(2) Penghitungan rasio RBH terhadap PBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan akumulasi selama periode Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang telah berjalan.
(3) PBH dihitung berdasarkan pada analisis kelayakan usaha dan arus kas masuk nasabah selama jangka waktu Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah.
(4) BPRS dapat mengubah PBH berdasarkan kesepakatan dengan nasabah apabila terdapat perubahan atas kondisi ekonomi makro, pasar, dan politik yang mempengaruhi usaha nasabah.
(5) BPRS wajib mencantumkan PBH dan perubahan PBH dalam perjanjian Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah antara BPRS dengan nasabah.

Pasal 7
(1) Dalam Pembiayaan Mudharabah, BPRS tidak diwajibkan menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala kepada nasabah.
(2) BPRS wajib melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko tidak terbayarnya pokok Pembiayaan pada saat jatuh tempo, apabila dalam Pembiayaan Mudharabah disepakati tidak ada pembayaran angsuran pokok secara berkala.
(3) Untuk Pembiayaan Musyarakah dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, BPRS wajib menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow) usaha nasabah.
(4) Pembayaran angsuran pokok Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah wajib dicantumkan dalam perjanjian Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah.

Pasal 8
(1) Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Salam, Pembiayaan Istishna', Pembiayaan Ijarah, Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, Pembiayaan multijasa, dan Pembiayaan Qardh dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran angsuran, yang dibedakan sebagai berikut:
a. angsuran di luar Kredit Pemilikan Rumah;
b. angsuran untuk Kredit Pemilikan Rumah.
(2) Pembayaran angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan dalam perjanjian Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah yang didukung dengan dokumen lengkap, paling kurang memuat porsi pokok, marjin/ujrah, dan/atau jadwal pembayaran.

Pasal 9
Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk Pembiayaan Qardh; atau
2) rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari atau sama dengan 80% (delapan puluh persen) dan/atau tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk Pembiayaan Mudharabah dan untuk Pembiayaan Musyarakah;
b. Kurang Lancar, apabila:
1) terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk Qardh; atau
2) rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari 30% (tiga puluh persen) dan kurang dari 80% (delapan puluh persen) atau rasio RBH terhadap PBH sama atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 3 (tiga) periode pembayaran dan/atau terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Mudharabah dan untuk Pembiayaan Musyarakah;
c. Macet, apabila:
1) BPRS atau Bank Umum Syariah yang menerima penempatan telah ditetapkan dalam pengawasan khusus, telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha, atau telah dicabut izin usaha;
2) terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk Pembiayaan Qardh; dan/atau
3) rasio RBH terhadap PBH sama dengan atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) selama lebih dari 3 (tiga) periode pembayaran dan/atau terdapat tunggakan pembayaran pokok selama lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Mudharabah dan untuk Pembiayaan Musyarakah.

Pasal 10
(1) Penanaman dana BPRS dalam bentuk Aktiva Produktif wajib didukung dengan dokumen yang lengkap dan informasi yang cukup.
(2) Bank Indonesia berwenang menurunkan kualitas Aktiva Produktif yang oleh BPRS digolongkan Lancar menjadi paling tinggi Kurang Lancar, apabila dokumen penyediaan dana tidak memberikan informasi yang cukup.

BAB IV
AKTIVA NON PRODUKTIF

Pasal 11
(1) BPRS dapat mengambilalih agunan dalam rangka penyelesaian Pembiayaan.
(2) Pengambilalihan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.

Pasal 12
BPRS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai AYDA.
Pasal 13
(1) BPRS wajib menilai AYDA pada saat pengambilalihan agunan atas dasar net realizable value.
(2) Penetapan net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Penilai Independen, untuk AYDA dengan nilai Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih.
(3) Maksimum net realizable value adalah sebesar nilai Pembiayaan yang diselesaikan dengan AYDA.

Pasal 14
(1) BPRS yang mengambilalih agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib mencairkan AYDA paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pengambilalihan.
(2) BPRS wajib mendokumentasikan upaya pencairan AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 15
Kualitas Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila AYDA dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun;
b. Macet, apabila AYDA dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun.
BAB V
PENEMPATAN DANA PADA BANK UMUM KONVENSIONAL

Pasal 16
(1) BPRS dilarang melakukan penempatan dana dalam bentuk deposito pada bank umum konvensional dan/atau dalam bentuk tabungan dan deposito pada bank perkreditan rakyat.
(2) BPRS hanya dapat melakukan penempatan dana pada bank umum konvensional dalam bentuk giro dan/atau tabungan untuk kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS.
(3) Penempatan dana BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk dalam kategori Aktiva Produktif.

Pasal 17
Kualitas aktiva dalam bentuk penempatan dana pada bank umum konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (2) digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok;
b. Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 5 (lima) hari kerja;
c. Macet, apabila:
1) bank umum konvensional yang menerima penempatan dana BPRS telah ditetapkan dalam pengawasan khusus atau telah dicabut izin usahanya; dan/atau
2) terdapat tunggakan pembayaran pokok selama lebih dari 5 (lima) hari kerja.

BAB VI
PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA

Bagian Kesatu
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Pasal 18
(1) BPRS wajib membentuk PPA untuk Aktiva Produktif, Aktiva Non Produktif, dan penempatan dana pada bank umum konvensional.
(2) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif;
b. cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif; dan
c. cadangan umum dan cadangan khusus untuk penempatan dana pada bank umum konvensional.

Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan

Pasal 19
(1) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf c ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari seluruh Aktiva Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional yang digolongkan Lancar.
(2) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi bagian Aktiva Produktif yang dijamin dengan jaminan Pemerintah Indonesia atau agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b.
(3) Pembentukan cadangan khusus PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) ditetapkan paling rendah sebesar:
a. 10% (sepuluh persen) dari Aktiva Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional yang digolongkan Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;
b. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan Diragukan setelah dikurangi nilai agunan; atau
c. 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif, Aktiva Non Produktif, dan penempatan dana pada bank umum konvensional yang digolongkan Macet setelah dikurangi nilai agunan.
(4) Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam penghitungan PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dilakukan untuk Aktiva Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional.

Pasal 20
(1) Kewajiban membentuk PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Ijarah atau Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
(2) BPRS wajib membentuk penyusutan atau amortisasi Aktiva Produktif dalam bentuk:
a. Pembiayaan Ijarah sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi BPRS bagi aktiva yang sejenis; dan
b. Pembiayaan IjarahMuntahiya Bittamlik sesuai dengan masa sewa.

Pasal 21
Pembentukan PPA untuk Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Istishna', dan Pembiayaan multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok;
b. Pembiayaan Salam dihitung berdasarkan harga perolehan; dan
c. Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah dan Pembiayaan Qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet.

Bagian Ketiga
Penilaian Agunan

Pasal 22
(1) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA untuk Aktiva Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional ditetapkan paling tinggi sebesar:
a. 100% (seratus persen) dari nilai tertanggung untuk fasilitas yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia;
b. 100% (seratus persen) untuk agunan tunai berupa uang kertas asing, emas, tabungan dan/atau deposito yang diblokir pada BPRS bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan;
c. 80% (delapan puluh persen) dari nilai tertanggung untuk fasilitas yang dijamin oleh pemerintah daerah;
d. 80% (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak tanggungan;
e. 70% (tujuh puluh persen) dari nilai hasil penilaian untuk agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan kurang dari atau sampai dengan 12 (dua belas) bulan;
f. 60% (enam puluh persen) dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan, dan rumah dengan bukti kepemilikan SHM atau SHGB, hak pakai tanpa hak tanggungan;
g. 50% (lima puluh persen) dari nilai tertanggung untuk fasilitas yang dijamin oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
h. 50% (lima puluh persen) dari nilai jual obyek pajak atau nilai taksiran untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) terakhir, tempat usaha atau los atau kios yang dikelola oleh badan pengelola, atau resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai dengan 18 (delapan belas) bulan;
i. 50% (lima puluh persen) dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor, kapal laut yang disertai bukti kepemilikan dan telah dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
j. 30% (tiga puluh persen) dari nilai pasar atau nilai taksiran untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan surat kuasa menjual atau resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melebihi 30 (tiga puluh) bulan.
(2) Agunan selain yang dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA untuk Aktiva Produktif dan penempatan dana pada bank umum konvensional.

Pasal 23
(1) Penilaian agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 wajib dilakukan oleh Penilai Independen atau penilai intern BPRS berdasarkan analisis terhadap fakta-fakta objektif dan relevan menurut metode dan prinsip yang berlaku umum.
(2) Kewajiban penilaian agunan menggunakan Penilai Independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pembiayaan dengan nilai lebih besar atau sama dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Dalam hal penilaian agunan tidak dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka hasil penilaian agunan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPA.

Pasal 24
Bank Indonesia berwenang melakukan penghitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPA, apabila BPRS tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 28.
BAB VII
HAPUS BUKU DAN HAPUS TAGIH

Pasal 25
(1) BPRS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih.
(2) Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.
(3) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan (partial write off).
(4) Hapus tagih dapat dilakukan baik untuk sebagian maupun untuk seluruh Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan.

Pasal 26
(1) Hapus buku dan/atau hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 hanya dapat dilakukan setelah BPRS melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang diberikan.
(2) BPRS wajib mendokumentasikan upaya yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dasar pertimbangan pelaksanaan hapus buku dan/atau hapus tagih.
(3) BPRS wajib menatausahakan data dan informasi mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang telah dihapus buku dan/atau dihapus tagih.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 27
BPRS yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 6 ayat (5), Pasal 7 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4), Pasal 8 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 16 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 25 ayat (2), Pasal 26, Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (3) dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28
(1) BPRS yang memiliki penempatan dana dalam bentuk deposito pada bank umum konvensional dan dalam bentuk deposito dan tabungan pada bank perkreditan rakyat yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, wajib mencairkan penempatan dana tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Penilaian terhadap kualitas penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia ini.
(3) BPRS wajib membentuk PPA untuk penempatan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mengacu pada Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia ini.

Pasal 29
Penggolongan kualitas dan pembentukan PPA untuk Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA yang dimiliki BPRS sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 31
Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini maka:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
b. Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.

Pasal 32
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
GUBERNUR BANK INDONESIA,

DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 13/14/PBI/2011
TENTANG
PENILAIAN KUALITAS AKTIVA
BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

I. UMUM

Kelangsungan usaha BPRS tergantung pada kinerja, yang salah satu indikatornya adalah kualitas dari penanaman dana BPRS. Dalam melakukan penanaman dana, BPRS harus selalu memperbaiki kebijakan dan prosedur pembiayaan termasuk penetapan kualitasnya, melakukan pengelolaan portofolio aset dengan baik serta kemampuan untuk mengantisipasi perubahan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas pembiayaan.

Salah satu faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap BPRS adalah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Untuk mendukung pengembangan industri perbankan syariah dari sisi penanaman dana, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai penilaian kualitas aktiva.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana" yaitu penanaman dana dilakukan antara lain berdasarkan:
a. analisis kelayakan usaha dengan memperhatikan paling kurang faktor 5C (Character, Capital, Capacity, Condition of economy & Collateral); dan/atau
b. penilaian terhadap aspek prospek usaha, kinerja (performance) dan kemampuan membayar.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menilai" adalah mengevaluasi kondisi nasabah dan/atau kelayakan usaha yang akan dibiayai.
Yang dimaksud dengan "memantau" adalah mengawasi perkembangan kinerja usaha nasabah dari waktu ke waktu.
Yang dimaksud dengan "mengambil langkah-langkah antisipasi" adalah melakukan tindakan dan upaya pencegahan atas kemungkinan timbulnya kegagalan dalam penanaman dana.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penilaian dilakukan secara bulanan" adalah penyajian dalam laporan bulanan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan bulanan BPRS.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
BPRS A memberikan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Murabahah kepada debitur X. Hasil penilaian yang dilakukan BPRS A untuk masing-masing Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Lancar, untuk Pembiayaan Mudharabah; dan
b. Kurang Lancar, untuk Pembiayaan Murabahah.
Karena Pembiayaan digunakan untuk membiayai 1 (satu) nasabah, maka kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan BPRS A kepada nasabah X mengikuti yang paling rendah yaitu Kurang Lancar .

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "akumulasi selama periode Pembiayaan yang telah berjalan" adalah penjumlahan RBH atau PBH sejak awal Pembiayaan sampai dengan posisi bulan penilaian.
Contoh:
Pembiayaan Mudharabah diberikan pada bulan Maret 2011, dengan jangka waktu selama 1 (satu) tahun. Penghitungan akumulasi PBH yang dilakukan pada bulan Juni 2011 adalah PBH bulan Maret 2011 ditambah PBH bulan April 2011 ditambah PBH bulan Mei 2011 ditambah PBH bulan Juni 2011.
Ayat (3)
Penetapan PBH dilakukan berdasarkan kesepakatan antara BPRS dengan nasabah dengan mempertimbangkan antara lain siklus usaha dan arus kas masuk nasabah sehingga tidak harus ditetapkan secara bulanan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 7
Ayat (1)
Penetapan perlu atau tidaknya pembayaran angsuran pokok Pembiayaan Mudharabah disesuaikan dengan karakteristik usaha nasabah yang dibiayai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "langkah-langkah untuk mengurangi risiko" antara lain melakukan evaluasi kinerja usaha nasabah paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Pembiayaan multijasa" adalah Pembiayaan BPRS kepada nasabah dalam rangka memperoleh manfaat atas suatu jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dokumen yang lengkap" adalah dokumen penanaman dana yang paling kurang meliputi aplikasi, analisa, keputusan, dan pemantauan atas penanaman dana serta perubahannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mengambilalih agunan" adalah membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui maupun di luar pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 12
Yang dimaksud dengan "kebijakan dan prosedur tertulis" antara lain berupa mekanisme pengambilan AYDA dan persyaratan AYDA.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "net realizable value" adalah nilai pasar agunan dikurangi estimasi biaya dalam rangka pengambilalihan AYDA.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pada saat pengambilalihan AYDA, BPRS melakukan pencatatan sebagai berikut:
- apabila net realizable value nilai AYDA lebih besar dari nilai Aktiva Produktif (hutang nasabah) maka BPRS mencatat nilai AYDA sebesar nilai Aktiva Produktif hutang nasabah dan selisih lebihnya dicatat dalam rekening administratif BPRS karena merupakan hak nasabah; atau
- apabila net realizable value nilai AYDA lebih kecil dari nilai Aktiva Produktif (hutang nasabah) maka BPRS mencatat nilai AYDA sebesar net realizable value nilai AYDA dan selisih kurangnya dicatat dalam pembukuan BPRS sebagai hutang kewajiban nasabah.
Pasal 14
Ayat (1)
Pengaturan ini dimaksudkan agar BPRS segera menjual AYDA dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan bukan untuk memiliki agunan lebih dari jangka waktu tersebut.
Dalam hal hasil pencairan AYDA lebih besar dari hutang nasabah maka selisih lebihnya merupakan hak nasabah. Dalam hal hasil pencairan AYDA lebih kecil dari hutang nasabah maka selisih kurangnya tetap merupakan kewajiban nasabah. Dalam hal BPRS tidak dapat menagih kewajiban nasabah tersebut maka BPRS dapat mencatatnya sebagai kerugian BPRS.
Ayat (2)
Dokumentasi antara lain mencakup bukti data dan informasi mengenai upaya pemasaran dan penjualan AYDA.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Pembentukan PPA terhadap Aktiva Non Produktif dimaksudkan untuk mendorong BPRS melakukan upaya pencairan dan untuk antisipasi terhadap potensi kerugian.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pembentukan cadangan khusus PPA paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) tidak termasuk Aktiva Non Produktif karena kualitas Aktiva Non Produktif hanya digolongkan Lancar dan Macet.
Huruf b
Pembentukan cadangan khusus PPA paling rendah sebesar 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif tidak termasuk:
- Penempatan Pada Bank Lain dan penempatan dana pada bank umum konvensional karena kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain dan penempatan dana pada bank umum konvensional hanya digolongkan Lancar, Kurang Lancar dan Macet; dan
- Aktiva Non Produktif karena kualitas Aktiva Non Produktif hanya digolongkan Lancar dan Macet.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk Pembiayaan Ijarah dan/atau Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik mengacu pada standar akuntansi keuangan yang berlaku untuk bank syariah.
Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari objek Pembiayaan Ijarah dan Pembiayaan Ijarah MuntahiyaBittamlik.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "ketentuan yang berlaku" misalnya ketentuan mengenai fidusia dan gadai.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "metode dan prinsip yang berlaku umum" adalah metode dan prinsip penilaian yang ditetapkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hapus buku" adalah tindakan administratif BPRS untuk menghapus buku penyediaan dana atau tagihan yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus hak tagih BPRS kepada nasabah.
Yang dimaksud dengan "hapus tagih" adalah tindakan BPRS menghapus kewajiban nasabah yang tidak dapat diselesaikan.
Kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih antara lain mencakup persyaratan, limit, kewenangan dan tanggung jawab serta tata cara hapus buku dan hapus tagih.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hapus tagih terhadap sebagian Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan hanya dapat dilakukan dalam rangka restrukturisasi Pembiayaan atau dalam rangka penyelesaian Pembiayaan.

Pasal 26
Ayat (1)
Upaya yang dapat dilakukan antara lain dalam bentuk penagihan kepada nasabah, restrukturisasi Pembiayaan, meminta pembayaran dari pihak yang memberikan garansi atas Aktiva Produktif dimaksud, dan penyelesaian Pembiayaan melalui pengambilalihan agunan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar