Cari Blog Ini

Kamis, 09 Juni 2011

PEDOMAN PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR

MENTERI PEKERJAAN UMUM
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
Nomor 06/PRT/M/2011
TENTANG
PEDOMAN PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (3) dan Pasal 73
ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penggunaan Sumber Daya
Air;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4858);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, Serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Persampahan;
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2006
tentang Pengamanan dan Perkuatan Hak Atas Tanah Departemen
Pekerjaan Umum;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah Permukiman;
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pemanfaatan Air Hujan;
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum;
14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Kep. 02/Men/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN
PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
2. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
3. Sumber air permukaan adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada ataupun di atas permukaan tanah.
4. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang
dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan
manusia serta lingkungannya.
5. Penggunaan sumber daya air adalah pemanfaatan sumber daya air dan
prasarananya sebagai media dan/atau materi.
6. Pencemaran air adalah memasukkannya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
7. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
8. Air limbah domestik adalah air buangan yang berasal dari penggunaan air untuk
keperluan sehari-hari non industri.
9. Daur ulang air limbah adalah upaya pemrosesan air buangan yang berasal dari
rumah tangga, kelompok pengguna dalam jumlah besar, hotel, rumah sakit,
industri dan penggunaan air lainnya sehingga dapat digunakan kembali sesuai
keperluan.
10. Penggunaan air berulang adalah pemanfaatan kembali air yang pernah dipakai
untuk berbagai kegiatan.
11. Pengguna adalah perseorangan, kelompok masyarakat pemakai air, badan sosial,
pelaku usaha, atau badan usaha yang menggunakan sumber daya air berupa
penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media, penggunaan air dan
daya air sebagai materi, penggunaan sumber air sebagai media, atau penggunaan
air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi.
12. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
13. Institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air
adalah unit pelaksana teknis pengelola sumber daya air tingkat pusat dan daerah,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pengelolaan sumber daya air dan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang pengelolaan sumber daya air.
14. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
15. Air baku adalah air yang diambil dari sumber air permukaan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan.
16. Sistem penyediaan air minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan nonfisik dari prasarana dan sarana air minum.
17. Dinas adalah organisasi pemerintahan pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota
yang memiliki lingkup tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam bidang
sumber daya air.
18. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
19. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
20. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum.
21. Instansi terkait dengan penggunaan sumber daya air adalah lembaga kementerian
dan lembaga pemerintah nonkementerian yang terkait dengan penggunaan sumber
daya air yang meliputi, penggunaan sumber daya air untuk olahraga, pariwisata,
pertanian, perikanan, perindustrian, transportasi air, dan lingkungan hidup.

Pasal 2
Penggunaan sumber daya air dan prasarananya dilakukan berdasarkan prinsip:
a. penghematan penggunaan;
b. ketertiban dan keadilan;
c. ketepatan penggunaan;
d. keberlanjutan penggunaan; dan
e. penggunaan yang saling menunjang antara air permukaan dan air tanah dengan
memprioritaskan penggunaan air permukaan.
Pasal 3
(1) Peraturan menteri ini dimaksudkan sebagai acuan penggunaan sumber daya air
bagi:
a. pengelola sumber daya air pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan
desa;
b. instansi yang mempunyai tugas penelitian dan pengembangan terkait sumber
daya air;
c. lembaga pendidikan; dan
d. pengguna sumber daya air lainnya.
(2) Peraturan menteri ini bertujuan memberi arahan dalam:
a. penggunaan sumber daya air;
b. pengembangan teknologi penggunaan sumber daya air;
c. penyusunan rekomendasi teknis perizinan penggunaan sumber daya air; dan
d. penyusunan peraturan daerah
untuk mewujudkan lima prinsip penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3) Ruang lingkup peraturan menteri ini meliputi penggunaan sumber daya air
permukaan berupa:
a. penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media;
b. penggunaan air dan daya air sebagai materi;
c. penggunaan sumber air sebagai media;
d. penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi; dan
e. penggunaan sumber daya air dalam keadaan memaksa dan kepentingan
mendesak.

BAB II
PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR DAN PRASARANANYA SEBAGAI MEDIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a ditujukan untuk memanfaatkan air,
sumber air, dan daya air sebagai satu kesatuan serta prasarananya tanpa
mengakibatkan berkurangnya jumlah air pada sumber air.
(2) Penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggunaan untuk pembangkit tenaga listrik,
transportasi, olahraga, pariwisata, dan perikanan budi daya pada sumber air.
(3) Penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip penghematan
penggunaan, ketertiban dan keadilan, ketepatan penggunaan, serta keberlanjutan
penggunaan sumber daya air.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air melakukan
pendidikan, pelatihan, dan pendampingan masyarakat sejak dini untuk
terlaksananya penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan pelaku usaha wajib
melakukan sosialisasi dan/atau kampanye kepada masyarakat untuk
terlaksananya:
a. penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media; dan
b. teknologi penggunaan sumber daya air, termasuk teknologi Cara Budi Daya Ikan
yang baik (CBIB) kepada masyarakat.
(6) CBIB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan cara memelihara
dan/atau membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol sehingga memberikan jaminan keamanan pangan dari pembudidayaan
dengan memperhatikan sanitasi, pakan, obat ikan, bahan kimia, dan bahan biologis,
serta daya dukung lingkungan.
(7) Sosialisasi dan/atau kampanye penggunaan sumber daya air dan prasarananya
sebagai media sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui penyuluhan,
melalui media cetak, dan/atau melalui media elektronik.
Bagian Kedua
Penghematan Penggunaan
Pasal 5
Penghematan penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diwujudkan dengan penggunaan yang
sesuai dengan kebutuhan minimal.

Bagian Ketiga
Ketertiban dan Keadilan
Pasal 6
(1) Ketertiban dan keadilan dalam penggunaan sumber daya air dan prasarananya
sebagai media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air melalui:
1. penyusunan zona pemanfaatan sumber daya air;
2. pemasangan papan informasi dan/atau larangan;
3. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari;
4. pengalokasian akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik sesuai dengan zona yang
ditetapkan;
5. pencegahan duplikasi perizinan;
6. pemberian syarat pada rekomendasi teknis perizinan secara konsisten; dan
7. penyampaian usulan peninjauan kembali atas izin yang tidak dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.
b. pengguna melalui:
1. kepatuhan terhadap ketentuan pemanfaatan zona sumber daya air;
2. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari; dan
3. penyediaan akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau menikmati
sumber air sebagai ruang publik.
(2) Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.1. dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masig-masing.
(3) Penyusunan zona pemanfaatan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a.1. dapat berupa penyusunan zona pemanfaatan waduk yang
digambarkan pada contoh 3.1. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(4) Papan informasi dan/atau larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.2.
dapat berisi:
a. informasi zona pemanfaatan waduk, dapat berupa zona bahaya, zona suaka,
zona pariwisata, dan zona pengusahaan; dan
b. petunjuk lokasi tempat sampah.
(5) Penyediaan akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau menikmati
sumber air sebagai ruang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.3.
dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha yang digambarkan pada contoh 3.2.
Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
peraturan menteri ini.
(6) Pencegahan terhadap duplikasi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.5. dilakukan dengan cara penatausahaan secara tertib terhadap izin yang
telah dikeluarkan.

Bagian Keempat
Ketepatan Penggunaan
Pasal 7
(1) Ketepatan dalam penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air dengan:
1. pemberian rekomendasi teknis sesuai dengan zona pemanfaatan sumber daya
air yang ditetapkan; dan
2. pengawasan pelaksanaan penggunaan sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan oleh instansi terkait dengan penggunaan sumber daya air.
b. pengguna dengan:
1. pemanfaatan sesuai dengan zona pemanfaatan sumber daya air yang
ditetapkan; dan
2. penggunaan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh instansi terkait
dengan penggunaan sumber daya air.
(2) Pemanfaatan sesuai dengan zona pemanfaatan sumber daya air yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.1. dapat digambarkan pada contoh 4.1
Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
peraturan menteri ini.
(3) Pelaksanaan penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media sesuai
dengan tata cara yang ditetapkan oleh instansi terkait dengan penggunaan sumber
daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.2. dan b.2. dapat berupa
CBIB.
Bagian Kelima
Keberlanjutan Penggunaan
Pasal 8
Keberlanjutan penggunaan sumber daya air dan prasarananya sebagai media
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diwujudkan oleh pengelola sumber daya
air dan pengguna sumber daya air melalui:
a. terjaganya kualitas lingkungan sumber daya air yang lestari;
b. pencegahan pencemaran air akibat transportasi, akibat proses produksi yang
dilakukan oleh para pembudidaya ikan, dan/atau akibat limbah domestik;
c. pencegahan kerusakan sumber air dan prasarananya akibat transportasi; dan
d. pemeliharaan sumber air dan prasarananya.

Paragraf 1
Terjaganya Kualitas Lingkungan Sumber Daya Air yang Lestari
Pasal 9
(1) Terjaganya kualitas lingkungan sumber daya air yang lestari oleh pengelola sumber
daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dicapai melalui:
a. penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah di tempat tertentu;
b. pengenaan kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyediakan tempat sampah
sesuai dengan jenis sampah;
c. pengelolaan sampah dengan prinsip reduce, reuse, recycle (3R) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sampah yang dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
diproses sendiri atau oleh pihak lain.
Pasal 10
(1) Terjaganya kualitas lingkungan sumber daya air yang lestari oleh pengguna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dicapai melalui:
a. pemanfaatan kembali sampah yang dihasilkan untuk kepentingan lain;
b. pengurangan sampah yang dihasilkan sebagai akibat dari penggunaan sumber
daya air dan prasarananya sebagai media;
c. pendaurulangan sampah dengan cara yang ramah lingkungan; dan
d. penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah.
(2) Terjaganya kualitas lingkungan sumber daya air yang lestari oleh pengguna dengan
menyediakan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d yang digambarkan pada contoh 5.1. Lampiran yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
Paragraf 2
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 11
(1) Pencegahan pencemaran air sebagai akibat transportasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b dilakukan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di
bidang lalu lintas, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan serta berkoordinasi
dengan pengelola sumber daya air dengan cara:
a. memeriksa cara operasi alat transportasi sehingga tidak memberikan dampak
negatif berupa pencemaran air akibat turbulensi yang mengganggu stabilitas
material dasar; dan
b. memeriksa kebocoran minyak pelumas/bahan bakar minyak (BBM) pada alat
transportasi.
(2) Dalam hal pemeriksaan kebocoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diperoleh hasil yang menunjukkan kebocoran minyak pelumas/BBM pada alat
transportasi, dapat dilakukan:
a. perintah perbaikan alat transportasi untuk menghentikan kebocoran minyak
pelumas/BBM; dan
b. pelarangan pengoperasian alat transportasi yang kebocoran minyak
pelumas/BBM tidak dapat dihentikan.
(3) Pencegahan pencemaran air akibat proses produksi yang dilakukan oleh para
pembudi daya ikan oleh pengelola sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf b dilakukan melalui sosialisasi CBIB dan sosialisasi zona pemanfaatan
yang diizinkan.
(4) Pencegahan pencemaran air akibat limbah domestik oleh pengelola sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan dengan cara pemantauan
(monitoring) dan evaluasi terhadap kualitas air ke lokasi penggunaan air dan daya air
untuk materi serta ke lokasi sumber air.
(5) Ketentuan teknis mengenai pelaksanaan pemeriksaan cara operasi alat transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikuti norma, standar, pedoman,
dan kriteria di bidang lalu lintas, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.
Pasal 12
(1) Pencegahan pencemaran air akibat transportasi oleh pengguna sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan dengan cara:
a. memeriksa dan tidak mengoperasikan alat transportasi yang mengalami
kebocoran minyak pelumas/BBM; dan
b. menyediakan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah.
(2) Pencegahan pencemaran air akibat proses produksi yang dilakukan oleh para
pembudi daya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan dengan
melaksanakan CBIB, memperhatikan daya dukung lingkungan dari waktu ke waktu
dan arah aliran air serta pada zona pemanfaatan yang diizinkan.
(3) Pencegahan pencemaran air akibat limbah domestik oleh pengguna sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat berupa:
a. kewajiban mengolah air limbah domestik sampai memenuhi standar baku mutu
yang ditetapkan sebelum dibuang ke sumber air untuk kelompok pengguna
dalam jumlah besar; dan
b. kewajiban menyediakan tangki septik sebagai kelengkapan prasarana pariwisata
dan olah raga.
Paragraf 3
Pencegahan Kerusakan Sumber Air dan Prasarananya Akibat Transportasi
Pasal 13
Pencegahan kerusakan sumber air dan prasarananya akibat transportasi oleh pengelola
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dilakukan dengan cara:
a. penelusuran berkala untuk melakukan pemantauan dan evaluasi; dan
b. pemberian rekomendasi teknis pengaturan kecepatan pada alat transportasi dan
besaran tonase alat transportasi.

Pasal 14
Pencegahan kerusakan sumber air dan prasarananya akibat transportasi oleh pengguna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dilakukan dengan cara menaati aturan
kecepatan dan besaran tonase alat transportasi.
Paragraf 4
Pemeliharaan Sumber Air Dan Prasarananya
Pasal 15
Pemeliharaan sumber air dan prasarananya oleh pengelola sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d dilakukan dengan cara melaksanakan
operasi dan pemeliharaan berdasarkan manual operasi dan pemeliharaan yang
ditetapkan.
Pasal 16
Pemeliharaan sumber air dan prasarananya oleh pengguna sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf d dilakukan dengan cara melakukan perbaikan terhadap kerusakan
pada sumber air dan prasarananya yang diakibatkan oleh penggunaan sumber daya air
dan prasarananya sebagai media.
BAB III
PENGGUNAAN AIR DAN DAYA AIR SEBAGAI MATERI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) huruf b dilakukan dengan cara mengambil sejumlah air dari sumber air
guna memenuhi kebutuhan air baku.
(2) Kebutuhan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan guna
memenuhi kebutuhan air minum rumah tangga dan kebutuhan air lainnya untuk
rumah tangga, irigasi, penggelontoran rutin, usaha penyediaan air minum, usaha
industri, usaha akomodasi, atau kegiatan usaha lain.
(3) Penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip penghematan penggunaan,
ketertiban dan keadilan, ketepatan penggunaan, keberlanjutan penggunaan, serta
penggunaan yang saling menunjang antara air permukaan dan air tanah dengan
memprioritaskan penggunaan air permukaan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air melakukan
pendidikan, pelatihan, dan pendampingan masyarakat sejak dini untuk
terlaksananya penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3).
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan pelaku usaha
wajib melakukan sosialisasi dan/atau kampanye kepada masyarakat untuk
terlaksananya:
a. penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3); dan
b. teknologi penggunaan sumber daya air, termasuk teknologi penghematan air,
teknologi pengolahan air limbah, dan teknologi pertanian ramah lingkungan.
(6) Sosialisasi dan/atau kampanye penggunaan air dan daya air sebagai materi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui penyuluhan, melalui media
cetak, dan/atau melalui media elektronik.
(7) Muatan kampanye melalui media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dengan menggunakan brosur dan/atau selebaran oleh pengelola sumber daya air
dapat digambarkan pada contoh 1.1. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(8) Muatan kampanye melalui media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dengan menggunakan brosur dan/atau selebaran oleh pelaku usaha dapat berisi
ajakan dapat digambarkan pada contoh 1.2. Lampiran yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(9) Muatan sosialisasi melalui penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) oleh
pengelola sumber daya air dapat berisi modul seperti digambarkan pada contoh
1.3. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan menteri ini.
(10) Muatan sosialisasi melalui media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dengan menggunakan brosur dan/atau selebaran oleh pelaku usaha dapat berisi
petunjuk yang digambarkan pada contoh 1.4. Lampiran yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
Bagian Kedua
Penghematan Penggunaan
Pasal 18
(1) Penghematan penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) diwujudkan dengan penggunaan yang sesuai dengan
kebutuhan minimal dan memperhatikan ketersediaan air.
(2) Penghematan penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan oleh:
a. lembaga pendidikan, instansi yang mempunyai tugas penelitian dan
pengembangan sumber daya air, dan instansi yang mempunyai tugas penelitian
dan pengembangan sumber daya air permukiman dengan melakukan
pengembangan teknologi penghematan air;
b. pengelola sumber daya air melalui:
1. pengawetan kelebihan air;
2. pencegahan pengambilan air yang tidak sesuai dengan hak guna air;
3. penetapan kuota air untuk pengguna air dalam jumlah besar; dan
4. peningkatan efisiensi operasional.
c. pengguna melalui:
1. pengawetan kelebihan air;
2. peningkatan efisiensi operasional; dan
3. ketaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan dan penerapan teknologi
hemat air untuk penggunaan air oleh industri, kegiatan usaha, sosial, atau
institusi.
Paragraf 1
Pengembangan Teknologi Penghematan Air
Pasal 19
(1) Pengembangan teknologi penghematan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) huruf a diwujudkan dengan cara:
a. melakukan penelitian agar diperoleh teknologi yang dapat mengurangi satuan
volume kebutuhan penggunaan air;
b. mengembangkan kombinasi jaringan suplai air dari SPAM dengan jaringan
perpipaan dan SPAM bukan jaringan perpipaan;
c. mengembangkan teknologi irigasi hemat air pada budi daya padi maupun
nonpadi;
d. mengembangkan teknologi perikanan budi daya dengan komoditas ikan yang
hemat air; dan
e. mengembangkan sistem plumbing hemat air.
(2) Pengembangan kombinasi jaringan suplai air dari SPAM dengan jaringan perpipaan
dan SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat berupa jaringan sebagaimana diperlihatkan pada Skema Desain Model
Generik Pemanfaatan Air Hujan yang digambarkan pada contoh 2.1.1. Lampiran
yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(3) Pengembangan teknologi irigasi hemat air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat berupa teknologi System of Rice Intensification (SRI) yang digambarkan
pada contoh 2.1.2. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(4) Pengembangan sistem plumbing hemat air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dapat digambarkan pada contoh 2.1.3. Lampiran yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Pengawetan Kelebihan Air
Pasal 20
(1) Pengawetan kelebihan air oleh pengelola sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.1. diwujudkan dengan cara menyimpan air yang
berlebihan pada saat hujan agar dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan dengan
membuat penampung air hujan (PAH) baik di atap bangunan, di permukaan atau di
dalam tanah, kolam, embung, maupun waduk.
(2) PAH pada permukaan tanah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
PAH skala lapangan yang digambarkan pada contoh 2.2.1. Lampiran yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(3) Kolam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dam parit atau long
storage yang digambarkan pada contoh 2.2.2. Lampiran yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(4) Embung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digambarkan pada contoh
2.2.3. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan
dari peraturan menteri ini.
Pasal 21
(1) Pengawetan kelebihan air oleh pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) huruf c.1. diwujudkan dengan menyimpan air yang berlebihan pada saat
hujan agar dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan:
a. untuk tingkat perseorangan atau rumah tangga atau beberapa kelompok rumah
tangga, dapat membuat penampung air hujan, baik di atap bangunan, di
permukaan atau di dalam tanah, dapat berupa PAH, atau aquifer buatan dan
simpanan air hujan (ABSAH); dan
b. untuk kelompok pengguna dalam jumlah besar dan penggunaan air oleh industri,
kegiatan usaha, sosial, dan institusi, wajib membuat penampung air hujan baik
di atap bangunan, di permukaan atau di dalam tanah, dapat berupa PAH, atau
ABSAH.
(2) Pembuatan PAH oleh perseorangan atau skala rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat digambarkan pada contoh 2.3.1. Lampiran
yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(3) Pembuatan PAH oleh kelompok pengguna dalam jumlah besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digambarkan pada contoh 2.3.2. Lampiran
yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(4) Pembuatan PAH oleh beberapa kelompok rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat digambarkan pada contoh 2.3.3. Lampiran yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(5) Pembuatan PAH oleh industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
digambarkan pada contoh 2.3.4. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.
(6) Pembuatan ABSAH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
digambarkan pada contoh 2.3.5. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan
bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

Paragraf 3
Pencegahan Pengambilan Air yang Tidak Sesuai dengan Hak Guna Air
Pasal 22
Pencegahan pengambilan air yang tidak sesuai dengan hak guna air oleh pengelola
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.2. diwujudkan
dengan cara:
a. membentuk tim bersama pengguna air untuk pengamanan distribusi air;
b. melakukan dialog antar pengguna;
c. membuat tata cara layanan pemberian air;
d. melakukan inspeksi berkala pada waktu pemberian air; dan
e. melakukan penertiban.
Paragraf 4
Penetapan Kuota Air untuk Pengguna Air dalam Jumlah Besar
Pasal 23
Penetapan kuota air untuk pengguna air dalam jumlah besar oleh pengelola sumber
daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.3. dilakukan oleh
menteri/dinas pengelola sumber daya air provinsi/kabupaten/kota yang terkait dengan
penggunaan sumber daya air sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masigmasing.
Paragraf 5
Peningkatan Efisiensi Operasional
Pasal 24
Peningkatan efisiensi operasional oleh pengelola sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.4. dilakukan dengan cara mengurangi kehilangan air
dan kebocoran saluran air dengan cara:
a. melakukan inspeksi rutin;
b. membina pengguna agar bisa memperbaiki bocoran; dan
c. melakukan pemeliharaan rutin dalam memelihara kondisi saluran distribusi agar
tidak ada kebocoran.

Pasal 25
Peningkatan efisiensi operasional oleh pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) huruf c.2. diwujudkan dengan cara:
a. pemanfaatan air hujan secara efisien dan efektif;
b. peminimalan kehilangan air di saluran transmisi air baku dan di jaringan
distribusinya;
c. peminimalan kehilangan air di jaringan irigasi dan jaringan reklamasi rawa, lebak,
dan rawa pasang surut;
d. penggunaan peralatan yang efisien;
e. penggunaan ukuran bak mandi sesuai dengan kebutuhan minimal;
f. pemantauan dan evaluasi kehilangan air; dan
g. pengguna air dalam jumlah besar dapat berhimpun dalam suatu kelembagaan,
dapat berupa kelembagaan pembudidaya ikan atau kelembagaan petani untuk
melaksanakan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan reklamasi rawa lebak di
daerah layanan/petak tersier.
Paragraf 6
Ketaatan terhadap Ketentuan yang Ditetapkan dan Penerapan Teknologi Hemat Air
Pasal 26
Ketaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan dan penerapan teknologi hemat air untuk
penggunaan air oleh industri, kegiatan usaha, sosial, dan institusi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c.3. diwujudkan dengan:
a. tidak melebihi ketentuan dalam satuan volume kebutuhan penggunaan air yang
ditetapkan oleh instansi terkait;
b. menerapkan teknologi hemat air dengan cara:
1. menggunakan kran/katup model tuas, bukan ulir/putaran;
2. menggunakan unit peturasan yang hemat air (jumlah air yang terpakai untuk
penggelontoran buang air kecil lebih sedikit dari penggelontoran buang air
besar);
3. menggunakan peralatan seperti kran, shower, dan penggelontor peturasan
otomatis yang akan mati apabila tidak digunakan;
4. menggunakan air sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman; dan
5. menggunakan peralatan penyiraman tanaman yang hemat air dapat berupa
irigasi curah (sprinkler), dan/atau irigasi tetes (drip).

Bagian Ketiga
Ketertiban dan Keadilan
Pasal 27
(1) Ketertiban dan keadilan penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air melalui:
1. penyusunan neraca air secara berkala;
2. penyusunan prioritas penggunaan air;
3. pengawasan alokasi air;
4. penetapan pola dan manual operasi sungai dan waduk;
5. pemasangan papan informasi dan/atau larangan;
6. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari;
7. pengalokasian akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik sesuai dengan zona yang
ditetapkan;
8. pencegahan duplikasi perizinan;
9. pemberian syarat pada rekomendasi teknis perizinan secara konsisten; dan
10. penyampaian usulan peninjauan kembali atas izin yang pelaksanaannya
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.
b. pengguna melalui:
1. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari; dan
2. penyediaan akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik.
(2) Neraca air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. ditetapkan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.
(3) Papan informasi dan/atau larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.5.
dapat berisi:
a. informasi tentang kewajiban pengguna untuk mematuhi aturan dalam
perizinan;
b. informasi tentang jalan akses menuju sumber air bagi masyarakat; dan
c. informasi tentang pola operasi sungai dan waduk.
(4) Pencegahan terhadap duplikasi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.8. dilakukan dengan cara melakukan penatausahaan secara tertib terhadap
izin yang telah dikeluarkan.

Bagian Keempat
Ketepatan Penggunaan
Pasal 28
Ketepatan penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air dengan:
1. pelaksanaan pemberian air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan;
2. pelaksanaan pemberian air irigasi sesuai dengan pola tanam dan kesepakatan
dalam kelompok pengguna air dan/atau kelembagaan perkumpulan petani
pemakai air;
3. pelaksanaan pemberian air yang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat guna
sesuai dengan pola dan pedoman operasi waduk; dan
4. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penggunaan sesuai dengan kualitas
(kelas golongan peruntukan air) yang ditetapkan di tempat pengambilan.
b. pengguna dengan:
1. pelaksanaan pengambilan dan penggunaan air sesuai dengan alokasi dan
penggunaan yang ditetapkan;
2. pelaksanaan pengambilan air irigasi sesuai dengan pola tanam dan kesepakatan
dalam kelompok pengguna air dan/atau kelembagaan perkumpulan petani
pemakai air;
3. pelaksanaan pengambilan yang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat guna
sesuai dengan pola dan pedoman operasi waduk; dan
4. pelaksanaan penggunaan sesuai dengan kualitas (kelas golongan peruntukan
air) yang ditetapkan di tempat pengambilan.
Bagian Kelima
Keberlanjutan Penggunaan
Pasal 29
Keberlanjutan penggunaan air dan daya air sebagai materi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. lembaga pendidikan, instansi yang mempunyai tugas penelitian dan pengembangan
sumber daya air serta instansi yang mempunyai tugas penelitian dan pengembangan
permukiman melalui pengembangan teknologi pengolahan air limbah;dan
b. lembaga pendidikan dan instansi yang mempunyai tugas penelitian dan
pengembangan pertanian melalui pengembangan teknologi pertanian ramah
lingkungan.
c. pengelola sumber daya air dengan terjaganya kualitas sumber daya air pada:
1. baku mutu air; dan
2. lingkungan sumber daya air.
d. pengguna dengan:
1. penggunaan air berulang;
2. daur ulang air limbah; dan
3. terjaganya kualitas sumber daya air pada:
a) baku mutu air; dan
b) lingkungan sumber daya air.
Paragraf 1
Pengembangan Teknologi Pengolahan Air Limbah
Pasal 30
(1) Pengembangan teknologi pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 huruf a dapat berupa pengembangan teknologi pengolahan air limbah yang
praktis dan ekonomis.
(2) Pengembangan teknologi pengolahan air limbah yang praktis dan ekonomis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digambarkan pada contoh 5.4. Lampiran
yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
Paragraf 2
Pengembangan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan
Pasal 31
Pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 huruf b dapat berupa pengembangan teknologi pupuk organik.
Paragraf 3
Terjaganya Kualitas Sumber Daya Air pada Baku Mutu Air
Pasal 32
(1) Terjaganya kualitas sumber daya air pada baku mutu air oleh pengelola sumber
daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.1. dapat berupa
pencegahan pencemaran air dengan:
a. pembangunan saluran pengumpul dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
b. pemantauan (monitoring) dan pengevaluasian terhadap kualitas air ke lokasi
penggunaan air dan daya air untuk materi serta ke lokasi sumber air; dan
c. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut
sesuai dengan pedoman dan/atau manual operasi dan pemeliharaan.
(2) Pembangunan saluran pengumpul dan IPAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a untuk air limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
dilakukan secara tersendiri.
(3) Pengelolaan air limbah yang mengandung B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Terjaganya kualitas sumber daya air pada baku mutu air oleh pengguna sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 huruf d.3.a) dapat berupa pencegahan pencemaran air dengan
kewajiban mengolah air limbah sebelum dibuang ke sumber air untuk:
a. kelompok pengguna dalam jumlah besar dengan membangun IPAL domestik
terpusat;
b. industri dengan membangun IPAL untuk industri, baik dalam kawasan industri
maupun di luar kawasan industri dan hasil proses pengolahan air limbah dilaporkan
secara berkala kepada pemberi izin penggunaan sumber daya air sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dengan tembusan kepada instansi
terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan instansi terkait dengan
pengelolaan sumber daya air;
c. rumah sakit dengan membangun IPAL untuk rumah sakit dan hasil proses
pengolahan air limbah dilaporkan secara berkala kepada pemberi izin penggunaan
sumber daya air sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dengan tembusan kepada instansi terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan
instansi terkait dengan pengelolaan sumber daya air;
d. hotel dengan membangun IPAL untuk hotel dan hasil proses pengolahan air limbah
dilaporkan secara berkala kepada pemberi izin penggunaan sumber daya air sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dengan tembusan kepada
instansi terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan instansi terkait dengan
pengelolaan sumber daya air; dan
e. kegiatan usaha lainnya dengan membangun IPAL untuk kegiatan usaha lainnya dan
hasil proses pengolahan air limbah dilaporkan secara berkala kepada pemberi izin
penggunaan sumber daya air sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing
dengan tembusan kepada instansi terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup dan instansi terkait dengan pengelolaan sumber daya air.
Paragraf 4
Terjaganya Kualitas Sumber Daya Air pada Lingkungan Sumber Daya Air
Pasal 34
Terjaganya kualitas sumber daya air pada lingkungan sumber daya air oleh pengelola
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.2. dapat berupa:
a. pengaturan muka air pada jaringan reklamasi rawa gambut untuk mempertahankan
lapisan pirit agar selalu terendam air sehingga tidak teroksidasi; dan
b. penyusunan manual operasi dan pemeliharaan rawa pasang surut agar tidak terjadi
intrusi air laut.

Pasal 35
Terjaganya kualitas sumber daya air pada lingkungan sumber daya air oleh pengguna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d.3.b. dapat berupa:
a. ketaatan terhadap pengaturan muka air pada jaringan reklamasi rawa gambut
untuk mempertahankan lapisan pirit agar selalu terendam air sehingga tidak
teroksidasi; dan
b. pelaksanaan manual operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang
surut agar tidak terjadi intrusi air laut.
Paragraf 5
Penggunaan Air Berulang
Pasal 36
Penggunaan air berulang oleh pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf
d.1. dilakukan dengan cara:
a. perseorangan atau rumah tangga dapat menggunakan kembali air limbah rumah
tangga (greywater) untuk memenuhi kebutuhan yang bukan kebutuhan pokok
sehari-hari, yang dapat berupa penggunaan kembali air cucian bahan makanan
untuk menyiram tanaman dan kebutuhan ternak; dan
b. penggunaan kembali air irigasi dari satu petak sawah ke petak sawah yang lain.
Paragraf 6
Daur Ulang Air
Pasal 37
(1) Daur ulang air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d.2. wajib
dilakukan oleh kelompok pengguna air dalam jumlah besar, hotel, rumah sakit, dan
industri dengan membangun instalasi daur ulang.
(2) Daur ulang air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digambarkan
pada contoh 5.2. dan 5.3. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

Bagian Keenam
Penggunaan yang Saling Menunjang antara Air Permukaan dan Air Tanah dengan
Memprioritaskan Penggunaan Air Permukaan
Pasal 38
(1) Penggunaan yang saling menunjang antara air permukaan dan air tanah dengan
memprioritaskan penggunaan air permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (3) diwujudkan oleh pengelola sumber daya air dengan meningkatkan
penyediaan air permukaan dengan cara:
a. membuat waduk, embung, kolam, situ, long storage, atau penampung air
lainnya untuk mengawetkan air larian;
b. membuat penampung air hujan yang dapat berupa, waduk, embung, situ,
kolam, long storage, PAH, ABSAH, atau penampung air hujan lainnya di atap
maupun di dalam tanah untuk mengawetkan air hujan;
c. membawa air permukaan dari sumber air yang berlebih airnya ke tempat yang
membutuhkan air;
d. memanfaatkan air permukaan berlebih untuk pemulihan air tanah melalui
sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam; dan
e. memanfaatkan air permukaan yang meresap dan mengalir di bawah tanah
dengan membangun dinding halang bawah tanah sehingga terbentuk reservoir
bawah tanah untuk menampung air larian dan air hujan yang meresap.
(2) Penggunaan yang saling menunjang antara air permukaan dan air tanah dengan
memprioritaskan penggunaan air permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (3) diwujudkan oleh pengguna dengan memprioritaskan penggunaan air
permukaan yang diperoleh dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(3) Peningkatan penyediaan air permukaan dengan membuat waduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat digambarkan pada contoh 6.1. Lampiran yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(4) Pemanfaatan air permukaan berlebih untuk pemulihan air tanah dengan membuat
sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dapat digambarkan pada contoh 6.2.1. dan 6.2.2. Lampiran yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan
menteri ini.
(5) Pemanfaatan air permukaan yang meresap dan mengalir di bawah tanah dengan
membangun dinding halang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat
digambarkan pada contoh 6.3. Lampiran yang merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

BAB IV
PENGGUNAAN SUMBER AIR SEBAGAI MEDIA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3) huruf c ditujukan untuk memanfaatkan sumber air dengan tujuan tertentu.
(2) Pemanfaatan sumber air, dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), untuk:
a. konstruksi pada sumber air dapat berupa konstruksi jembatan, jaringan
perpipaan, dan jaringan kabel listrik/telepon;
b. tempat budi daya pertanian semusim atau budi daya ikan pada bantaran
sungai; dan
c. tempat budi daya tanaman tahunan pada sabuk hijau danau, embung, dan
waduk.
(3) Penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip penghematan penggunaan, ketertiban
dan keadilan, ketepatan, serta keberlanjutan fungsi sumber air.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air melakukan
pendidikan, pelatihan, dan pendampingan masyarakat sejak dini untuk
terlaksananya penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3).
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan pelaku usaha wajib
melakukan sosialisasi dan/atau kampanye, baik melalui media cetak maupun
elektronik kepada masyarakat untuk terlaksananya penggunaan sumber air sebagai
media sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Sosialisasi dan/atau kampanye penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui penyuluhan, media cetak, dan/atau
media elektronik.
Bagian Kedua
Penghematan Penggunaan
Pasal 40
Penghematan penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (3) diwujudkan dengan penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan
minimal.

Bagian Ketiga
Ketertiban dan Keadilan
Pasal 41
(1) Ketertiban dan keadilan dalam penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air melalui:
1. pemasangan papan informasi dan/atau larangan;
2. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari;
3. pengalokasian akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik sesuai dengan zona yang
ditetapkan;
4. pencegahan duplikasi perizinan;
5. pemberian syarat-syarat pada rekomendasi teknis perizinan secara
konsisten; dan
6. penyampaian usulan peninjauan kembali atas izin yang pelaksanaannya
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.
b. pengguna melalui:
1. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari; dan
2. penyediaan akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik.
(2) Papan informasi dan/atau larangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a.1., pada:
a. pelaksanaan konstruksi dapat berisi larangan membuang hasil galian di sumber
air;
b. bantaran sungai dapat berisi informasi jenis tanaman yang dianjurkan maupun
yang dilarang untuk ditanam; dan
c. sabuk hijau danau, embung, dan waduk dapat berisi informasi jenis tanaman
yang dianjurkan maupun yang dilarang untuk ditanam.
(3) Pencegahan terhadap duplikasi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.4. dilakukan dengan cara melakukan penatausahaan secara tertib terhadap
izin yang telah dikeluarkan.

Bagian Keempat
Ketepatan Penggunaan
Pasal 42
Ketepatan penggunaan sumber air sebagai media sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air dengan pengawasan penggunaan yang sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang; dan
b. pengguna dengan penggunaan yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
Bagian Kelima
Keberlanjutan Penggunaan
Pasal 43
(1) Keberlanjutan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3),
diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air dengan mengamankan fungsi utama sumber air
melalui:
1. pengelolaan sempadan atau sabuk hijau;
2. pemeliharaan kapasitas pengaliran;
3. pemeliharaan sarana dan prasarana; dan
4. pencegahan pencemaran.
b. pengguna dengan memanfaatkan sumber air yang tidak menimbulkan
kerusakan pada sumber air.
(2) Fungsi utama sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
fungsi:
a. pelepasan air tanah pada mata air;
b. pengaliran air;
c. pengendali banjir;
d. tampungan air; dan
e. tempat hidup biota air.
(3) Untuk menjaga fungsi tempat hidup biota air sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
perlu dialokasikan pengaliran air agar tercipta lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan biota air.

Paragraf 1
Pengelolaan Sempadan atau Sabuk Hijau
Pasal 44
(1) Pengelolaan sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a.1.
dimaksudkan untuk pengamanan fungsi pelepasan air tanah pada mata air
dilakukan dengan cara:
a. membebaskan tanah pada lokasi pemunculan mata air dan sempadannya
untuk menjadi aset daerah/hak milik negara;
b. memasang pagar pengaman yang kuat yang tidak mengganggu kelangsungan
fungsi mata air;
c. menelusuri dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala;
d. melarang penggalian dan/atau pengeboran pada mata air;
e. mencegah pelanggaran daerah sempadan sumber air dengan melibatkan
masyarakat; dan
f. melaporkan pelanggaran pemanfaatan sempadan ke pemerintah daerah agar
ditindaklanjuti.
(2) Pengelolaan sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a.1.
yang dimaksudkan untuk pengamanan fungsi pengaliran air, pengendali banjir, dan
tempat hidup biota air dilakukan dengan cara:
a. menelusuri dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala;
b. mencegah pelanggaran daerah sempadan sumber air dengan melibatkan
masyarakat; dan
c. melaporkan pelanggaran pemanfaatan sempadan ke pemerintah daerah agar
ditindaklanjuti.
(3) Pengelolaan sabuk hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a.1.
yang dimaksudkan untuk pengamanan fungsi tampungan air dilakukan dengan
cara:
a. menelusuri dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala;
b. mencegah pelanggaran daerah sabuk hijau danau, embung, atau waduk;
c. melaporkan pelanggaran pemanfaatan daerah sabuk hijau ke pemerintah
daerah untuk ditindaklanjuti; dan
d. membudidayakan tanaman perkebunan dan penghijauan pada daerah sabuk
hijau danau, embung, atau waduk.
(4) Sempadan atau sabuk hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing.
(5) Penghijauan pada daerah sabuk hijau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d dapat digambarkan pada contoh 5.5. Lampiran yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini.

Paragraf 2
Pemeliharaan Kapasitas Pengaliran
Pasal 45
Pemeliharaan kapasitas pengaliran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1)
huruf a.2. dimaksudkan untuk pengamanan fungsi pengaliran air dan pengendali banjir
dilakukan dengan cara:
a. membersihkan alur;
b. menjaga agar konstruksi melintang dan/atau sejajar sumber air tidak mengurangi
kapasitas dan mengubah arah pengaliran; dan
c. melakukan pemeliharaan alur.
Paragraf 3
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Pasal 46
Pemeliharaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1)
huruf a.3. dimaksudkan untuk pengamanan fungsi pengendali banjir dan dilakukan
dengan cara melaksanakan operasi dan pemeliharaan berdasarkan manual operasi dan
pemeliharaan yang ditetapkan.
Paragraf 4
Pencegahan Pencemaran
Pasal 47
Pencegahan pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a.4.
dimaksudkan untuk pengamanan fungsi tempat hidup biota air dan dilakukan dengan
cara:
a. menggunakan pupuk dan/atau pestisida ramah lingkungan serta mengendalikan
erosi lahan dan limbah padat yang dapat menimbulkan pencemaran; dan
b. mengalirkan aliran permukaan ke lahan basah buatan sebelum masuk ke badan air.

Paragraf 5
Pemanfaatan Sumber Air yang Tidak Menimbulkan Kerusakan pada Sumber Air
Pasal 48
Pemanfaatan sumber air yang tidak menimbulkan kerusakan pada sumber air oleh
pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan:
a. membuat bentuk konstruksi yang tidak mengakibatkan gerusan pada sumber air;
b. membuat ukuran konstruksi yang tidak mengakibatkan pengurangan kapasitas
pengaliran sungai; dan
c. melaksanakan konstruksi sementara yang tidak mengakibatkan kapasitas
pengaliran sumber air kurang dari debit banjir yang direncanakan.
BAB V
PENGGUNAAN AIR, SUMBER AIR, DAN/ATAU DAYA AIR
SEBAGAI MEDIA DAN MATERI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1) Penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d, dapat berupa pemanfaatan
dan pengambilan air, sumber air, dan/atau daya air, baik secara terpisah maupun
bersama-sama.
(2) Penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa eksplorasi, eksploitasi, dan
pemurnian bahan tambang dari sumber air.
(3) Penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
penghematan penggunaan, ketertiban dan keadilan, ketepatan penggunaan, dan
keberlanjutan penggunaan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air melakukan
pendidikan, pelatihan, dan pendampingan masyarakat sejak dini untuk
terlaksananya penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan
materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).
(5) Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan pelaku usaha wajib
melakukan sosialisasi dan/atau kampanye baik melalui media cetak, maupun
elektronik kepada masyarakat untuk terlaksananya penggunaan air, sumber air,
dan/atau daya air sebagai media dan materi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Sosialisasi dan/atau kampanye penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air
sebagai media dan materi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan melalui
penyuluhan, melalui media cetak, dan/atau melalui media elektronik.

Bagian Kedua
Penghematan Penggunaan
Pasal 50
Penghematan penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) diwujudkan dengan penggunaan yang
sesuai dengan kebutuhan minimal.
Bagian Ketiga
Ketertiban dan Keadilan
Pasal 51
(1) Ketertiban dan keadilan penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai
media dan materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) diwujudkan:
a. pengelola sumber daya air melalui:
1. penyusunan zona pemanfaatan sumber daya air;
2. penyusunan neraca air secara berkala;
3. pengawasan alokasi air;
4. pemasangan papan informasi dan/atau larangan;
5. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari;
6. pengalokasian akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik sesuai dengan zona yang
ditetapkan;
7. pencegahan duplikasi perizinan;
8. pemberian syarat-syarat pada rekomendasi teknis perizinan secara
konsisten; dan
9. penyampaian usulan peninjauan kembali atas izin yang pelaksanaannya
tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.
b. pengguna melalui:
1. kepatuhan terhadap ketentuan pemanfaatan zona sumber daya air;
2. penyediaan akses bagi pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari; dan
3. penyediaan akses bagi masyarakat untuk menggunakan dan/atau
menikmati sumber air sebagai ruang publik.
(2) Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.1. dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing masing-masing.
(3) Neraca air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.2. ditetapkan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masig-masing.
(4) Papan informasi dan/atau larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.4.
dapat berisi:
a. cara penambangan;
b. peralatan tambang yang diizinkan;
c. larangan membuang limbah pencucian bahan tambang ke sumber air; dan
d. informasi zona penambangan.
(5) Pencegahan terhadap duplikasi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.7. dilakukan dengan cara melakukan penatausahaan secara tertib terhadap
izin yang telah dikeluarkan.
Bagian Keempat
Ketepatan Penggunaan
Pasal 52
Ketepatan penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan materi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) diwujudkan oleh:
a. pengelola sumber daya air dengan:
1. pemberian rekomendasi teknis sesuai dengan zona pemanfaatan sumber daya
air yang ditetapkan; dan
2. pelaksanaan pemberian air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan.
b. pengguna dengan:
1. pemanfaatan sesuai dengan zona pemanfaatan sumber daya air yang
ditetapkan; dan
2. pelaksanaan pengambilan dan penggunaan air sesuai dengan alokasi dan
penggunaan yang ditetapkan.
Bagian Kelima
Keberlanjutan Penggunaan
Pasal 53
(1) Keberlanjutan penggunaan air, sumber air, dan/atau daya air sebagai media dan
materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), diwujudkan oleh pengelola
sumber daya air dan pelaku usaha melalui pencegahan kerusakan pada sumber air
dan prasarananya.
(2) Pencegahan kerusakan pada sumber air dan prasarananya oleh pengelola sumber
daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan:
a. penelusuran berkala untuk melakukan pemantauan dan evaluasi;
b. operasi dan pemeliharaan berdasarkan manual operasi dan pemeliharaan yang
ditetapkan;
c. perbaikan segera terhadap kerusakan kecil;
d. pelaporan terhadap penyimpangan penggunaan sumber air yang mengakibatkan
kerusakan berat serta mengusulkan penanganannya; dan
e. pemberdayaan masyarakat peduli sumber daya air.
(3) Pencegahan kerusakan pada sumber air dan prasarananya oleh pelaku usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. menghindari penyimpangan penggunaan sumber air yang mengakibatkan
kerusakan;
b. melakukan perbaikan segera terhadap kerusakan kecil yang diakibatkan
penggunaan sumber daya air; dan
c. peduli sumber daya air.
BAB VI
PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR DALAM KEADAAN MEMAKSA
DAN KEPENTINGAN MENDESAK
Pasal 54
(1) Penggunaan sumber daya air dalam keadaan memaksa dan kepentingan mendesak
dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan
dan keadaan yang bersifat darurat.
(3) Dalam keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah berwenang mengatur dan menetapkan penggunaan
sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi,
dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.
(4) Kepentingan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu
kesatuan dan suatu keadaan tertentu yang mengharuskan Pemerintah atau
pemerintah daerah mengambil keputusan dengan cepat untuk mengubah rencana
penyediaan sumber daya air.
Pasal 55
(1) Penggunaan sumber daya air dalam keadaan memaksa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (3) meliputi:
a. penggunaan air untuk kepentingan konservasi dapat berupa penggelontoran
sumber air di kawasan perkotaan, permukiman, dan kawasan yang airnya telah
mengalami pencemaran dari kegiatan industri;
b. penggunaan sumber daya air untuk persiapan pelaksanaan konstruksi
misalnya untuk mengatasi kerusakan mendadak yang terjadi pada prasarana
sumber daya air (tanggul jebol); dan
c. penggunaan air untuk pemenuhan prioritas dapat berupa pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari pada saat terjadi kekeringan dan penggunaan air
untuk memasok kebutuhan air daerah irigasi yang mengalami kekeringan
untuk mencegah kerentanan ketahanan pangan.
(2) Penggunaan sumber daya air untuk kepentingan mendesak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (4) meliputi penggunaan sumber daya air untuk mengatasi
kekeringan, pemadaman kebakaran hutan maupun lahan, keperluan ketahanan dan
pertahanan nasional, dan mengatasi dampak bencana yang mengakibatkan
kekurangan air.
Pasal 56
(1) Keadaan memaksa dan kepentingan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54 dilaporkan oleh pengguna kepada pengelola sumber daya air untuk perubahan
pengambilan keputusan dengan cepat dalam penggunaan sumber daya air.
(2) Pengelola sumber daya air wajib memantau dampak secara kuantitas dan kualitas
dari penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diinformasikan
kepada para pengguna oleh pengelola sumber daya air guna penyesuaian
penggunaannya.
(4) Penggunaan air untuk kepentingan sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1)
huruf a dan huruf b dialokasikan dalam pola operasi waduk dan alokasi air pada
sumber air lainnya oleh pengelola sumber daya air.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 57
(1) Instansi terkait dengan penggunaan sumber daya air, pemerintah daerah, dan
pengelola sumber daya air memberikan insentif dan disinsentif berdasarkan
penilaian kepada pengguna sumber daya air terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip
penggunaan sumber daya air.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. keringanan biaya jasa pengelolaan sumber daya air;
b. pemberian ecolabel;
c. pemberian bibit ikan;
d. pemberian bibit tanaman;
e. pemberian fasilitas dapat berupa keringanan pajak, modal usaha; dan
f. pemberian penghargaan.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemberian tarif progresif; dan/atau
b. pembatasan usaha

Pasal 58
Dengan ditetapkannya peraturan menteri ini:
a. kelompok pengguna air dalam jumlah besar, hotel, rumah sakit, dan industri wajib
memanfaatkan air hujan dan air dari daur ulang air limbah paling lambat 5 (lima)
tahun setelah peraturan menteri ini ditetapkan; dan
b. pemerintah daerah wajib menyusun peraturan daerah yang dibutuhkan untuk
melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam peraturan menteri ini
sesuai dengan kewenangan, kondisi, dan kebutuhan daerah masing-masing.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 25 April 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA NOMOR 250 TAHUN 2011
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Kepala Biro Hukum,
Ismono
NIP.195309251982031001
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Maret 2011
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
ttd.
DJOKO KIRMANTO


selengkapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar