Cari Blog Ini

Senin, 31 Oktober 2011

PP 31 Tahun 2005


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  31 TAHUN  2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN  REPUBLIK  INDONESIA,
Menimbang  :          
a.     bahwa ketentuan mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan, pengalihan status dan pengalihan hak rumah yang dikuasai Negara yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sudah tidak  sesuai lagi dengan perkembangan saat ini; 
b.     bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.

Mengingat    :    
1.     Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai Undang-Undang            ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 870 );
3.     Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469 ).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :           PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA.

Pasal  I



Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573 ) diubah sebagai berikut :
1.     Di antara ayat (2) dan ayat (3), ayat (3) dan ayat (4) Pasal 12 disisipkan 2 ayat yakni ayat (2a) dan ayat (3a) sehingga  Pasal 12 berbunyi sebagai berikut :
 Pasal  12
(1)           Untuk menentukan golongan rumah negara dilakukan penetapan status rumah negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III;
(2)           Penetapan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan;
(2a)       Setiap pimpinan instansi wajib menetapkan status rumah negara yang berada dibawah kewenangannya menjadi Rumah Negara Golongan I atau Rumah Negara Golongan II;
(3)           Penetapan status Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri;
(3a)       Rumah negara yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan laboratorium/balai penelitian ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan I;
(4)           Tata cara penetapan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
2.               Ketentuan Pasal 15 ayat (3) diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4), ayat (4) dan ayat (5) Pasal 15 disisipkan 2 ayat yakni ayat (3a) dan ayat (4a) sehingga  Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

 Pasal  15
(1)                Rumah negara yang dapat dialihkan statusnya hanya  Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III.

(2)                Rumah NegaraGolongan II  dapat ditetapkan       statusnya  menjadi Rumah Negara Golongan  I  untuk  memenuhi  kebutuhan Rumah Jabatan.
(3)                Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil dan ABRI tidak dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III. 
(3a)                                                              Rumah Negara Golongan I yang golongannya tidak sesuai lagi karena adanya perubahan organisasi atau sudah tidak memenuhi fungsi yang ditetapkan semula, dapat diubah status golongannya menjadi Rumah Negara Golongan II setelah mendapat pertimbangan Menteri;
(4)           Rumah Negara Golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  yang berdiri di atas tanah pihak lain, hanya dapat dialihkan status golongannya dari golongan II menjadi golongan III setelah mendapat izin dari pemegang hak atas tanah;
(4a)       Pengalihan status rumah negara yang berbentuk rumah susun dari golongan II menjadi  golongan III dilakukan untuk satu blok rumah susun yang status tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku;
(5)           Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), (3), (3a), (4), dan (4a) diatur   dengan Peraturan Presiden.

3.     Di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat  yakni ayat (4a) sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:

 Pasal  16
(1)           Rumah negara yang dapat  dialihkan  haknya  adalah  Rumah Negara Golongan III. 
(2)           Rumah Negara  Golongan  III  sebagaimana  dimaksud  dalam ayat (1) beserta atau tidak beserta tanahnya hanya  dapat  dialihkan haknya kepada penghuni atas permohonan penghuni.
(3)           Rumah Negara  Golongan  III  sebagaimana  dimaksud  dalam ayat (1) yang berada  dalam  sengketa  tidak  dapat  dialihkan haknya.
4)           Suami dan isteri  yang  masing-masing  mendapat  izin  untuk menghuni  rumah  negara   sebagaimana   dimaksud   dalam Pasal  9  ayat  (2),  pengalihan  hak  sebagaimana  dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan kepada salah  satu  dari suami dan isteri yang bersangkutan.

(4a)        Pegawai negeri dan/atau pejabat negara yang telah memperoleh rumah dan/atau tanah dari negara, tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengalihan hak  atas rumah negara;
(5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak rumah negara tersebut pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

4.          Ketentuan Pasal 17 ayat (1) angka 1 huruf c, angka 2 huruf c, angka 3 huruf c, angka 4 huruf c, angka 5 huruf c diubah dan setelah ayat (2) ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 17  berbunyi sebagai berikut :
 Pasal  17
(1)           Penghuni Rumah Negara Golongan III yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut  :
1.               Pegawai negeri  :
a.               mempunyai  masa  kerja  sekurang-kurangnya  10  (sepuluh) tahun;
b.               memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c.               belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.               Pensiunan pegawai negeri :
a.               menerima pensiun dari Negara;
b.               memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;
c.                              belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



3.               Janda/duda pegawai negeri :
a.               masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang :
1)             almarhum suaminya/isterinya sekurang-kurangnya mempunyai masa kerja  10 (sepuluh)  tahun  pada Negara, atau 
2)            masa kerja  almarhum  suaminya/isterinya  ditambah dengan jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi  janda/duda  berjumlah  sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;
b.         memiliki Surat Izin Penghunian yang sah;     
c.               belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.         Janda/duda pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku  :
a.          masih berhak menerima tunjangan pensiun  dari  Negara; 
b.         memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; 
c.         belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
5.      Pejabat negara, janda/duda pejabat negara  :
a.     masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara; 
b.    memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; 
c.     belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)           Apabila penghuni rumah negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak atas rumah negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan;

(3)      Apabila pegawai/penghuni yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meninggal dan tidak mempunyai anak sah, maka rumah negara kembali ke Negara. 
5.        Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut  :
 Pasal  19
(1)                Penghuni rumah negara yang dalam proses sewa beli  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibebaskan dari kewajiban pembayaran sewa rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a;
 (2)     Penghunian atas rumah negara yang dalam proses sewa beli   sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain oleh penghuni setelah mendapat izin Menteri.


6.     Ketentuan Pasal 20 ayat (3) diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut  :

 Pasal  20
(1)      Taksiran harga Rumah Negara Golongan III berpedoman pada nilai biaya yang  digunakan  untuk  membangun  rumah  yang bersangkutan pada waktu  penaksiran  dikurangi  penyusutan menurut umur bangunan.
(2)                Penetapan taksiran harga tanah berpedoman pada  Nilai  Jual Obyek Pajak pada waktu penaksiran.
(3)                Harga Rumah Negara Golongan III beserta atau tidak  beserta  tanahnya dan rumah susun beserta tanahnya ditetapkan  oleh  Menteri  berdasarkan  harga taksiran dan penilaian yang  dilakukan  oleh  panitia  yang  dibentuk Menteri.
(3a)            Penetapan harga rumah negara yang berbentuk rumah susun dan ganti rugi atas tanahnya ditetapkan berpedoman pada Nilai Perbandingan Proporsional ( NPP ) terhadap harga taksiran tanah dan bangunan;

7.   Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
 Pasal  21

(1)           Harga Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) ditetapkan sebesar 50 % ( lima puluh perseratus ) dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia berdasarkan standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan pegawai negeri;
(2)                Harga Rumah Negara Golongan III yang tidak sesuai dengan standar tipe dan kelas bangunan, pangkat dan golongan pegawai negeri diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal   II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                              ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal  20 Juli 2005
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
Selaku
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                              AD INTERIM,
                                           ttd
                    YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 64


PENJELASAN
A T A S

PERATURAN  PEMERINTAH  REPUBLIK  INDONESIA

NOMOR  31  TAHUN  2005
TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 40 TAHUN 1994  TENTANG RUMAH NEGARA


I.       U M U M

            Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara mengatur mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas rumah negara sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai pemberian fasilitas berupa rumah bagi pegawai negeri dan pejabat negara selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat pemerintah atau pejabat negara.

Pengelolaan, pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai oleh negara berdasarkan peraturan pemerintah tersebut ternyata belum berjalan sebagaimana mestinya, beberapa permasalahan masih muncul antara penghuni dan instansi diakibatkan belum lengkapnya aturan pengelolaannya, sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994.

Dalam melaksanakan kesinambungan pemenuhan kebutuhan rumah negara terhadap pegawai negeri maka pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penjualan Rumah Negeri kepada pegawai negeri harus memperhatikan statistik rumah negara yang ada pada departemen / lembaga.

Sehubungan dengan hal tersebut penjualan rumah negara harus dilakukan secara selektif dan hasil penjualan rumah negara digunakan untuk membangun kembali rumah baru bagi pegawai negeri.



II.     PASAL DEMI PASAL

         Pasal I
                        Angka 1.
                        Pasal   12
                                    Ayat   (1)
                                                Cukup Jelas.
                                    Ayat   (2)
Yang dimaksud dengan pimpinan instansi  yang bersangkutan adalah Menteri, Ketua Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Ketua Lembaga Departemen/Non Departemen yang setingkat dengan Menteri.
                                    Ayat   (2a)
                                                Cukup Jelas.
                                    Ayat   (3)
                                                Cukup Jelas.
                                    Ayat   (3a)
Rumah negara yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan laboratorium/balai penelitian yang sudah ditetapkan menjadi golongan II sebelum adanya Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan menjadi Rumah Negara Golongan I.
                                    Ayat   (4)
                                                Cukup Jelas.
                        Angka  2
                        Pasal   15    
Ayat   (1)
Cukup Jelas
Ayat   (2)
            Cukup Jelas.
Ayat   (3)
Cukup Jelas.
Ayat   (3a)
a.         Yang dimaksud perubahan organisasi termasuk penggabungan atau perubahan organisasi instansi/departemen.
b.         Yang dimaksud sudah tidak memenuhi fungsi semula adalah rumah jabatan yang tidak lagi menunjang pelaksanaan tugas jabatan seperti rumah jabatan struktural, penjaga pintu kereta api, pintu air, sekolah, puskesmas, dan balai yang tidak berfungsi lagi.
c.         Yang dimaksud Rumah Negara Golongan II, termasuk yang berfungsi sebagai mess/asrama.
Ayat   (4)
Izin dari pemegang hak atas tanah tidak otomatis merupakan persetujuan pelepasan hak atas tanah tersebut.
Ayat   (4a)
Pengalihan status rumah negara dalam bentuk rumah susun harus dilakukan sekaligus dalam satu blok, hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam menghitung nilai perbandingan proporsional yang akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan besarnya nilai sewa beli yang harus dibayar.
Yang dimaksud dengan status tanahnya sudah ditetapkan adalah :

a.                                                                                     Status hak atas tanahnya sudah ditetapkan sesuai ketentuan perundang-undangan, seperti sertifikat hak pakai;
b.                                                                                     Dalam hal tanah tersebut belum bersertifikat, maka harus dibuat surat pernyataan kepemilikan tanah yang ditetapkan oleh instansi dan tercatat dalam inventarisasi barang milik negara.
Ayat   (5)
Cukup Jelas.

         Angka  3
Pasal   16         
Ayat   (1)
Cukup Jelas.
Ayat   (2)
Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas rumah tanpa tanah adalah rumah milik instansi yang bersangkutan sedangkan tanah milik pihak ketiga dalam hal ini, pengalihan haknya mengacu Pasal 15 ayat (4) beserta penjelasannya.
Ayat   (3)
Sengketa  yang dimaksud misalnya  :
a.                    Sengketa penghunian;
b.                    Sengketa mengenai batas tanah;


c.                    Kesalahan administrasi dan atau teknis pada saat pengusulan pengalihan hak dari instansi yang bersangkutan.
Ayat   (4)
Cukup Jelas.
Ayat   (4a)
Cukup Jelas.
Ayat   (5)
Cukup Jelas.
Angka  4
Pasal   17
Ayat   (1)
                                                Angka   1
                                    Huruf   a
                                                Cukup Jelas.
                                    Huruf   b
                                                Cukup Jelas.
                                    Huruf   c
Yang dimaksud belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara adalah   berdasarkan antara lain  :
1.               Undang-Undang Nomor 3 Prp Tahun 1960 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 223 Tahun 1961 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda;
3.                                                  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4355).
4.                                                  Peraturan Presidium Kabinet R.I. Nomor 2/Prk/1965 tentang Penjualan Rumah-rumah Milik Perusahaan Negara;
5.                                                  Peraturan Presidium Kabinet Dwikora R.I. Nomor 5/Prk/1965 tentang Penegasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan Badan Hukum Yang Ditinggalkan Direksi/ Pengurusnya;
6.                                                  Peraturan perundangan lainnya sepanjang mengenai rumah negara yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
           
                                    Angka   2      
Cukup Jelas.
                                                Angka   3
                                                            Cukup Jelas.
                                                Angka   4
                                                Cukup Jelas.
                                                Angka   5
                                                Cukup Jelas.
                                    Ayat   (2)
Cukup Jelas.
Ayat   (3)
Yang dimaksud dengan anak sah adalah anak kandung dan/atau anak angkat dari hasil adopsi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Angka  5
Pasal   19
            Cukup Jelas.

Angka  6
Pasal   20
                        Cukup Jelas.
                                               
                        Angka  7
                        Pasal   21
Ayat   (1)
Standar tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
                                                Ayat   (2)
Cukup Jelas.
Pasal  II        
Cukup Jelas .


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4515

Tidak ada komentar:

Posting Komentar