Cari Blog Ini

Selasa, 27 Maret 2012

TATA CARA PELAKSANAAN SEWA BARANG MILIK NEGARA

SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33/PMK.06/2012

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN SEWA BARANG MILIK NEGARA
 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan barang milik negara, pemanfaatan barang milik negara dalam bentuk sewa perlu diselenggarakan secara tepat, efisien, efektif, dan optimal dengan tetap menjunjung tinggi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance);


b.
bahwa dalam rangka menyikapi perkembangan kondisi dan praktik umum yang berlaku di masyarakat, pengaturan mengenai sewa barang milik negara dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara perlu ditinjau kembali;


c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 4355);


2.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah denganPeraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 4855);


3


4.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;


5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara;


6.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.06/2009 tentang Penilaian Barang Milik Negara;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN SEWA BARANG MILIK NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :


1.
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.


2.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.


3
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.


4.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.


5.
Kementerian/Lembaga adalah Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian Negara/Lembaga Negara.


6.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dengan tidak mengubah status kepemilikan.


7.
Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.


8.
Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan BMN.


9.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.


10.
Swasta adalah Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang mempunyai izin tinggal dan/atau membuat usaha atau badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum asing, yang menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan.


11.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.


12.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.


13.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.


14.
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.


15.
Lembaga sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat.


16.
Lembaga sosial keagamaan adalah lembaga sosial yang bertujuan mengembangkan dan membina kehidupan beragama.


17.
Lembaga sosial kemanusiaan adalah lembaga sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan.


18.
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/ negara adalah organisasi yang dibentuk secara mandiri di lingkungan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dalam rangka menunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan/negara.


19.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2


(1)
Peraturan Menteri Keuangan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi Pengelola Barang dan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dalam penyewaan BMN.


(2)
Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk terselenggaranya penyewaan BMN yang tertib, terarah, adil, dan akuntabel guna mewujudkan pengelolaan BMN yang efisien, efektif, dan optimal.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 3


(1)
Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur tata cara pelaksanaan Sewa atas BMN yang berada pada Pengelola Barang atau pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.


(2)
Pengaturan tata cara pelaksanaan Sewa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:



a.
subjek pelaksana Sewa;



b.
objek Sewa;



c.
jangka waktu Sewa;



d.
besaran Sewa, termasuk formula tarif Sewa;



e.
tata cara pelaksanaan Sewa;



f.
pengamanan dan pemeliharaan objek Sewa;



g.
penatausahaan;



h.
pembinaan, pengawasan dan pengendalian Sewa; dan



i.
ganti rugi dan denda.

Bagian Keempat
Prinsip Umum

Pasal 4


(1)
Penyewaan BMN dilakukan dengan tujuan:



a.
mengoptimalkan Pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara;



b.
memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi instansi Pengguna Barang; atau



c.
mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah.


(2)
Penyewaan BMN dilakukan sepanjang tidak merugikan negara dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Bagian Kelima
Pihak Pelaksana Sewa

Pasal 5


(1)
Pihak yang dapat menyewakan BMN:



a.
Pengelola Barang, untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;



b.
Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk:




i.
BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan; atau




ii.
BMN selain tanah dan/atau bangunan,




yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.


(2)
Pihak yang dapat menyewa BMN meliputi:



a.
Pemerintah Daerah;



b.
Badan Usaha Milik Negara;



c.
Badan Usaha Milik Daerah;



d.
Swasta;



e.
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/negara; dan



f.
Badan hukum lainnya.


(3)
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diperlakukan sebagai penyewa dalam hal Pemerintah Daerah memanfaatkan BMN tidak untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi.


(4)
Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, antara lain:



a.
Perorangan;



b.
Persekutuan Perdata;



c.
Persekutuan Firma;



d.
Persekutuan Komanditer;



e.
Perseroan Terbatas;



f.
Lembaga/organisasi internasional/asing;



g.
Yayasan; atau



h.
Koperasi.


(5)
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/ negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, meliputi:



a.
persatuan/perhimpunan Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;



b.
persatuan/perhimpunan istri Pegawai Negeri Sipil/ Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan



c.
unit penunjang kegiatan lainnya.


(6)
Badan Hukum Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, antara lain:



a.
Bank Indonesia;



b.
Lembaga Penjamin Simpanan;



c.
badan hukum yang dimiliki negara;



d.
badan hukum internasional/asing.

Bagian Kelima
Objek Sewa

Pasal 6


(1)
Objek Sewa meliputi:



a.
BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;



b.
BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang;



c.
BMN selain tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.


(2)
BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat disewakan sepanjang BMN tersebut berada dalam kondisi tidak digunakan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.

BAB II
KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB

Bagian Kesatu
Pengelola Barang

Pasal 7


(1)
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang memiliki kewenangan dan tanggung jawab:



a.
memberikan persetujuan atas usulan dari Pengguna Barang yang meliputi:




i.
usulan Sewa BMN;




ii.
usulan perpanjangan jangka waktu Sewa BMN;



b.
memberikan persetujuan atas permohonan Sewa dari calon penyewa untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan;



c.
menetapkan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan;



d.
memberikan persetujuan atas usulan formula tarif Sewa BMN selain tanah dan/atau bangunan dari Pengguna Barang;



e.
menetapkan faktor variabel Sewa dalam formula tarif Sewa;



f.
menetapkan besaran faktor penyesuai Sewa dalam formula tarif Sewa;



g.
menetapkan besaran Sewa BMN berupa tanah dan/atau bangunan;



h.
menandatangani perjanjian Sewa BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya;



i.
melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan Sewa BMN;



j.
melakukan penatausahaan BMN yang disewakan;



k.
melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pelaksanaan Sewa;



l.
menetapkan ganti rugi dan denda yang timbul dalam pelaksanaan Sewa BMN berupa tanah dan/atau bangunan; dan



m.
melakukan penatausahaan atas hasil dari Sewa BMN.


(2)
Kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.


(3)
Direktur Jenderal dapat menunjuk pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


(4)
Teknis pelaksanaan fungsional Pengelola Barang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Bagian Kedua
Pengguna Barang

Pasal 8


(1)
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang memiliki kewenangan dan tanggung jawab:



a.
mengajukan permohonan persetujuan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang;



b.
menerbitkan keputusan pelaksanaan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang;



c.
melakukan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan, setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang;



d.
menandatangani perjanjian Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan, setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang;



e.
melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan;



f.
melakukan penatausahaan BMN yang disewakan;



g.
melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pelaksanaan Sewa;



h.
menetapkan ganti rugi dan denda yang timbul dalam pelaksanaan Sewa BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan atau BMN selain tanah dan/atau bangunan; dan



i.
melakukan penatausahaan atas hasil dari Sewa BMN.


(2)
Kewenangan dan tanggung jawab Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh pejabat unit organisasi eselon I yang membidangi pengelolaan BMN atau pejabat lain yang ditunjuk.


(3)
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang dapat menunjuk pejabat pada instansi vertikal untuk melaksanakan sebagian wewenang dan tanggung jawab Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


(4)
Teknis pelaksanaan fungsional Pengguna Barang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing.

Bagian Ketiga
Penyewa/Calon Penyewa

Pasal 9


Penyewa/Calon Penyewa memiliki tanggung jawab:


a.
melakukan pembayaran biaya Sewa;


b.
melakukan pembayaran biaya lainnya, jika ada, sesuai dengan perjanjian dan ketentuan peraturan perundang-undangan;


c.
melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN yang disewa selama jangka waktu Sewa;


d.
mengembalikan BMN yang disewa kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang sesuai kondisi yang diperjanjikan; dan


e.
memenuhi kewajiban lainnya yang diatur dalam perjanjian Sewa.

BAB III
MASA SEWA

Bagian Kesatu
Prinsip Umum

Paragraf 1
Jangka Waktu Sewa

Pasal 10


(1)
Jangka waktu Sewa BMN paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian.


(2)
Jangka waktu Sewa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:



a.
Pengelola Barang, untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan;



b.
Pengguna Barang, untuk BMN berupa:




i.
sebagian tanah dan/atau bangunan; dan




ii.
selain tanah dan/atau bangunan,




yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.


(3)
Jangka waktu Sewa dapat dihitung berdasarkan periodesitas Sewa.

Paragraf 2
Perjanjian Sewa

Pasal 11


(1)
Penyewaan BMN dituangkan dalam perjanjian yang ditandatangani oleh penyewa dan:



a.
Pengelola Barang, untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan;



b.
Pengguna Barang, untuk BMN berupa:




i.
sebagian tanah dan/atau bangunan; dan




ii.
selain tanah dan/atau bangunan,




yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.


(2)
Perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:



a.
dasar perjanjian;



b.
para pihak yang terikat dalam perjanjian;



c.
jenis, luas atau jumlah barang yang disewakan;



d.
besaran dan jangka waktu Sewa, termasuk periodesitas Sewa;



e.
peruntukan Sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan kategori bentuk kelembagaan penyewa;



f.
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;



g.
hak dan kewajiban para pihak; dan



h.
hal lain yang diatur dalam persetujuan Pengelola Barang dan keputusan Pengguna Barang.


(3)
Penandatanganan perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kertas bermeterai cukup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


(4)
Salinan perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada Pengelola Barang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian Sewa.


(5)
Seluruh biaya yang timbul dalam rangka pembuatan perjanjian Sewa ditanggung oleh penyewa.

Paragraf 3
Pembayaran Sewa

Pasal 12


(1)
Pembayaran uang Sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan perjanjian.


(2)
Pembayaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menyetor ke Kas Umum Negara.


(3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pelaksanaan Sewa di luar negeri dengan pembayaran uang Sewa yang dilakukan pula di luar negeri, pembayaran uang Sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat 1 (satu) hari sebelum penandatanganan perjanjian, dengan cara menyetorkannya ke rekening kas bendahara penerimaan di luar negeri.


(4)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Sewa BMN yang dilaksanakan dengan periodesitas Sewa per hari dan per jam untuk masing-masing penyewa, pembayaran uang Sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat sebelum penandatanganan perjanjian, dengan cara pembayaran secara tunai kepada pejabat pengurus BMN atau menyetorkannya ke rekening kas bendahara penerimaan di lingkungan Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.


(5)
Pembayaran uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan memperlihatkan bukti setor/ kuitansi, sebagai salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian Sewa.

Bagian Kedua
Periodesitas Sewa

Pasal 14


Periodesitas Sewa dikelompokkan sebagai berikut:


a.
per tahun;


b.
per bulan;


c.
per hari;


d.
per jam.

Bagian Ketiga
Perpanjangan Jangka Waktu Sewa

Pasal 15


(1)
Jangka waktu Sewa BMN dapat diperpanjang dengan persetujuan dari Pengelola Barang.


(2)
Penyewa dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa kepada:



a.
Pengelola Barang untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan,



b.
Pengguna Barang untuk BMN berupa:




i.
sebagian tanah dan/atau bangunan; dan




ii.
selain tanah dan/atau bangunan.


(3)
Pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:



a.
untuk periodesitas sewa per tahun, permohonan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;



b.
untuk periodesitas sewa per bulan, permohonan harus disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;



c.
untuk periodesitas sewa per hari atau per jam, permohonan harus disampaikan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.


(4)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diajukan dengan melengkapi persyaratan sebagaimana permohonan Sewa pertama kali.


(5)
Tata cara pengajuan usulan perpanjangan jangka waktu Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan mekanisme sebagaimana pengajuan usulan Sewa baru.

Pasal 16


Tata cara pemberian persetujuan, penetapan, dan perjanjian perpanjangan jangka waktu Sewa dilaksanakan dengan mekanisme sebagaimana pengajuan usulan Sewa baru.

Bagian Keempat
Pengakhiran Sewa

Pasal 17


(1)
Sewa berakhir dalam hal:



a.
berakhirnya jangka waktu Sewa;



b.
Pengelola Barang mencabut persetujuan Sewa dalam rangka pengawasan dan pengendalian;



c.
ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.


(2)
Perjanjian Sewa berakhir dalam hal:



a.
jangka waktu Sewa berakhir;



b.
berlakunya syarat batal sesuai perjanjian;



c.
ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 18


(1)
Penyewa wajib menyerahkan BMN pada saat berakhirnya Sewa dalam keadaan baik dan layak digunakan secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya.


(2)
Penyerahan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.


(3)
Pengelola Barang/Pengguna Barang harus melakukan pengecekan BMN yang disewakan sebelum ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima guna memastikan kelayakan kondisi BMN bersangkutan.


(4)
Penandatanganan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah semua kewajiban penyewa dipenuhi.

BAB IV
BESARAN SEWA

Bagian Kesatu
Prinsip Umum

Pasal 19


(1)
Besaran Sewa BMN ditetapkan oleh:



a.
Pengelola Barang untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan; dan



b.
Pengguna Barang untuk BMN berupa:




i.
sebagian tanah dan/atau bangunan; dan




ii.
selain tanah dan/atau bangunan,




yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.


(2)
Penetapan besaran Sewa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pengelola Barang dalam surat persetujuan/perjanjian Sewa.


(3)
Penetapan besaran Sewa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Pengguna Barang dalam keputusan Sewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar