Cari Blog Ini

Selasa, 19 Oktober 2010

Peraturan Balai Lelang Tahun 2010

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 176/PMK.06/2010

TENTANG

BALAI LELANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Balai Lelang;
Mengingat : 1. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);
5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2007;
7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
8. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;;

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009;

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 218/KMK.01/2010;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BALAI LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
2. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
3. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disingkat DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
5. Direktur Lelang, yang selanjutnya disebut Direktur, adalah salah satu Pejabat unit Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kegiatan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi serta pelaksanaan pembinaan perencanaan lelang, pemeriksaan, pengawasan, dan pembinaan kinerja di bidang lelang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
7. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya disingkat KPKNL, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
8. Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
9. Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
10. Pindah alamat adalah perubahan alamat kantor Balai Lelang dalam satu kota atau kabupaten tempat kedudukannya.
11. Pindah tempat kedudukan adalah perubahan domisili Balai Lelang di luar kota atau kabupaten tempat kedudukan yang lama.
12. Denda adalah kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada negara karena pelanggaran terhadap ketentuan penyetoran Bea Lelang.
Pasal 2
Balai Lelang dapat didirikan oleh:
a. swasta nasional;
b. patungan swasta nasional dengan swasta asing; atau
c. patungan BUMN/D dengan swasta nasional/swasta asing;
sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB II
PERIZINAN
Pasal 3
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan atau mencabut izin operasional Balai Lelang dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I A dan Lampiran I B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 4
(1) Direksi Balai Lelang mengajukan permohonan izin operasional Balai Lelang secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Permohonan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dokumen persyaratan:
a. akta pendirian Balai Lelang, yang dibuat di hadapan Notaris dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang;
b. bukti modal disetor paling kurang Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
c. rekening koran atas nama Balai Lelang yang bersangkutan;
d. proposal pendirian Balai Lelang memuat antara lain:
1) ruang lingkup kegiatan Balai Lelang;
2) struktur organisasi berikut personil, termasuk tenaga penilai, tenaga hukum, apabila tenaga penilai dan tenaga hukum bekerja sebagai karyawan Balai Lelang yang bersangkutan; dan
3) rencana kegiatan lelang selama 1 (satu) tahun;
e. neraca awal Balai Lelang yang bersangkutan;
f. sertifikat atau tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa paling singkat 2 (dua) tahun serta foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas paling kurang 60 m2 dan gudang/tempat penyimpanan barang dengan luas paling kurang 100 m2;
g. fotokopi identitas para pemegang saham dan direksi Balai Lelang dengan menunjukkan aslinya;
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Balai Lelang, para pemegang saham dan direksi dengan menunjukkan aslinya, khusus untuk pemegang saham berkewarganegaraan asing tunduk pada ketentuan perpajakan yang berlaku;
i. Surat Pernyataan dari para pemegang saham dan direksi Balai Lelang bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela (DOT) dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;
j. Surat Keterangan Domisili kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat;
k. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau surat izin/keterangan sejenis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
l. bukti tersedianya tenaga penilai berupa ijazah/sertifikat penilai dan surat perjanjian kerja, apabila tenaga penilai yang bersangkutan berasal dari luar Balai Lelang; dan
m. bukti tersedianya tenaga hukum berupa ijazah sarjana hukum dan surat perjanjian kerja, apabila tenaga hukum yang bersangkutan berasal dari luar Balai Lelang.
(3) Izin operasional Balai Lelang diberikan setelah:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap; dan
b. dilakukan peninjauan lokasi.
BAB III
PINDAH ALAMAT DAN PINDAH TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 5
(1) Balai Lelang yang pindah alamat wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pindah alamat.
(2) Balai Lelang yang pindah alamat wajib memberitahukan kepada khalayak umum melalui surat kabar harian setempat.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan:
a. fotokopi risalah rapat direksi;
b. surat pernyataan tersedianya fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f;
c. surat keterangan domisili kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat;
d. SITU atau surat izin/surat keterangan sejenis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang; dan
e. bukti pengumuman pindah alamat.
(4) Setiap pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan peninjauan lokasi yang dilakukan oleh Kantor Wilayah setempat.
Pasal 6
(1) Balai Lelang yang akan pindah tempat kedudukan wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis disertai alasan pindah tempat kedudukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah setempat dalam hal kedudukan masih dalam satu Kantor Wilayah; atau
b. Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan lama dan Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan yang baru, dalam hal tempat kedudukannya di luar wilayah kerja Kantor Wilayah yang lama.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan:
a. fotokopi risalah rapat direksi; dan
b. surat pernyataan tersedianya fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f.
(3) Permohonan izin pindah tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan peninjauan lokasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal cq. Direktorat Lelang.
(4) Direktur Jenderal memberikan izin pindah tempat kedudukan setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan lengkap, dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Balai Lelang yang telah mendapat izin pindah tempat kedudukan wajib:
a. melengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut:
1. fotokopi akta notaris tentang perubahan tempat kedudukan Balai Lelang dan fotokopi surat keterangan penerimaan laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang;
2. surat keterangan domisili kantor Balai Lelang dari kelurahan setempat; dan
3. SITU atau surat izin/surat keterangan sejenis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang;
b. memberitahukan kepada khalayak umum melalui surat kabar harian setempat paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pindah tempat kedudukan.
(6) Bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan yang lama dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan yang baru, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diumumkan.
BAB IV
KANTOR PERWAKILAN
Pasal 7
(1) Balai Lelang dapat membuka kantor perwakilan.
(2) Kantor perwakilan Balai Lelang tidak berstatus badan hukum tersendiri.
(3) Direksi Balai Lelang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan kantor perwakilan.
(4) Pemimpin kantor perwakilan bertindak untuk dan atas nama direksi Balai Lelang.
Pasal 8
(1) Balai Lelang yang akan membuka kantor perwakilan, wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat kantor perwakilan Balai Lelang.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan:
a. pernyataan dari direksi Balai Lelang yang bersangkutan bahwa Balai Lelang bertanggung jawab terhadap pelayanan jasa lelang oleh kantor perwakilannya;
b. susunan pengurus kantor perwakilan Balai Lelang;
c. sertifikat atau tanda bukti kepemilikan atau surat perjanjian sewa dengan jangka waktu sewa paling singkat 2 (dua) tahun dan foto sebagai data pendukung tersedianya fasilitas kantor dengan luas paling kurang 36 m2;
d. surat keterangan domisili kantor perwakilan Balai Lelang dari kelurahan setempat; dan
e. SITU atau surat izin/surat keterangan sejenis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
(3) Permohonan izin pembukaan kantor perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan peninjauan lokasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal cq. Direktorat Lelang.
(4) Direktur Jenderal memberikan izin pembukaan kantor perwakilan setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan lengkap, dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 9
Balai Lelang yang menutup kantor perwakilan, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat kantor perwakilan Balai Lelang paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah penutupan kantor perwakilan Balai Lelang.
Pasal 10
Pengawasan kantor perwakilan Balai Lelang dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan kantor perwakilan Balai Lelang.
BAB V
PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM, DIREKSI,
DAN NAMA BALAI LELANG
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, Balai Lelang wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan perubahan pemegang saham, dengan melampirkan:
a. fotokopi identitas calon pemegang saham yang baru dengan menunjukkan aslinya;
b. fotokopi NPWP calon pemegang saham yang baru dengan menunjukkan aslinya, khusus untuk calon pemegang saham Asing, ketentuan mengenai hal tersebut tunduk pada ketentuan perpajakan yang berlaku; dan
c. surat pernyataan dari para calon pemegang saham yang baru, bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam DOT.
(2) Direktur Jenderal memberikan izin perubahan pemegang saham setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Balai Lelang yang telah memperoleh izin perubahan pemegang saham, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pengesahan perubahan pemegang saham oleh instansi yang berwenang, wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang, dengan melampirkan:
a. akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat di hadapan Notaris tentang perubahan pemegang saham Balai Lelang;
b. surat keterangan atau pengesahan dari instansi yang berwenang tentang perubahan pemegang saham Balai Lelang; dan
c. fotokopi NPWP para pemegang saham yang baru dengan menunjukkan aslinya.
Pasal 12
Dalam hal terjadi perubahan direksi, Balai Lelang wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan perubahan direksi, dengan melampirkan:
a. fotokopi identitas direksi yang baru dengan menunjukkan aslinya;
b. fotokopi akta notaris tentang keputusan perubahan direksi;
c. surat pernyataan dari direksi yang baru bahwa yang bersangkutan tidak memiliki kredit macet di bank pemerintah/swasta dan tidak termasuk dalam DOT; dan
d. fotokopi NPWP direksi yang baru dengan menunjukan aslinya.
Pasal 13
Dalam hal terjadi perubahan nama Balai Lelang, berlaku ketentuan sebagaimana pengajuan permohonan untuk memperoleh izin operasional Balai Lelang baru.
BAB VI
WILAYAH KERJA DAN KEGIATAN USAHA
Pasal 14
Wilayah kerja Balai Lelang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Pasal 15
(1) Balai Lelang selaku kuasa pemilik barang dapat bertindak sebagai pemohon lelang atau Penjual hanya untuk jenis Lelang Noneksekusi Sukarela, yaitu:
a. Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero;
b. Lelang harta milik bank dalam likuidasi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
c. Lelang Barang Milik Perwakilan Negara Asing, dan;
d. Lelang barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha.
(2) Dalam pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang mengajukan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 16
Kegiatan usaha Balai Lelang meliputi kegiatan jasa pralelang dan jasa pascalelang untuk semua jenis lelang.
Pasal 17
(1) Jasa pralelang oleh Balai Lelang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang;
b. meneliti legalitas formal subjek dan objek lelang;
c. menerima, mengumpulkan, memilah, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang;
d. menguji kualitas dan menilai harga barang;
e. meningkatkan kualitas barang yang akan dilelang;
f. mengatur asuransi barang yang akan dilelang;
g. memasarkan barang dengan cara-cara efektif, menarik, dan terarah, baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya; dan/atau
h. menyiapkan/menyediakan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan lelang.
(2) Pemberian jasa pralelang oleh Balai Lelang didasarkan pada perjanjian antara Balai Lelang dengan pemilik barang, yang mengatur termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. besaran imbalan jasa dari pemilik barang kepada Balai Lelang;
b. cara pembayaran imbalan jasa; dan
c. pembagian uang jaminan wanprestasi.
Pasal 18
(1) Balai Lelang selaku pemohon atau kuasa pemilik barang dapat mengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenai pelaksanaan lelang dan imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Balai Lelang selaku pemohon atau kuasa pemilik barang.
Pasal 19
(1) Jasa pascalelang oleh Balai Lelang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. pengaturan pengiriman barang;
b. pengurusan balik nama barang yang dibeli atas nama Pembeli; dan/atau
c. jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam memberikan jasa pascalelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang dapat memperoleh imbalan jasa dari Pembeli yang menginginkan pelayanan jasa pascalelang, sesuai dengan kesepakatan antara Pembeli dengan Balai Lelang.
Pasal 20
Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, Balai Lelang harus melaksanakan kegiatan usaha Balai Lelang paling sedikit 2 (dua) kali jasa pralelang atau jasa pasca lelang atau 1 (satu) kali sebagai pemohon lelang atau Penjual untuk menjual melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
Pasal 21
Balai Lelang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana yang timbul akibat kegiatan usahanya.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 22
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang berhak:
a. mengadakan perjanjian dengan pemilik barang untuk melaksanakan jasa pralelang;
b. mengadakan kesepakatan dengan Pembeli barang untuk melaksanakan jasa pascalelang;
c. menerima imbalan jasa pralelang dan/atau pascalelang yang diperjanjikan/disepakati;
d. mengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II untuk melaksanakan jasa pelaksanaan lelang;
e. menentukan cara penawaran lelang;
f. menerima Salinan Risalah Lelang dari KPKNL/ Pejabat Lelang Kelas II; dan
g. mengusulkan Pemandu Lelang.
Pasal 23
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang berkewajiban:
a. membayar imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II sesuai ketentuan;
b. menyerahkan bukti pembayaran Uang Jaminan Penawaran Lelang dari peserta lelang dan salinan rekening koran Balai Lelang yang mencantumkan data penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang sesuai dengan ketentuan kepada Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang;
c. mengembalikan Uang Jaminan Penawaran Lelang tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli;
d. menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Harga Lelang dibayar oleh Pembeli;
e. menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi kepada yang berhak sesuai dengan perjanjian, dalam hal lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas II;
f. menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang dan sebesar 50% (lima puluh persen) kepada yang berhak sesuai dengan perjanjian, dalam hal lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I;
g. menyerahkan bukti pelunasan harga lelang berupa kuitansi, bukti setor/transfer, salinan rekening koran Balai Lelang yang mencantumkan data pelunasan harga lelang, bukti setor Bea Lelang, PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, kepada Pejabat Lelang pada saat meminta Salinan Risalah Lelang;
h. menyerahkan Kutipan Risalah Lelang dan kuitansi pembayaran lelang kepada Pembeli setelah kewajiban Pembeli dipenuhi;
i. menyerahkan barang dan dokumen kepemilikan objek lelang kepada Pembeli setelah kewajiban Pembeli dipenuhi; dan
j. menyerahkan hasil bersih lelang kepada pemilik barang paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima;
k. menyelenggarakan administrasi perkantoran dan pelaporan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24
(1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Balai Lelang.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur.
(3) Pengawasan Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagian didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah.
Pasal 25
(1) Pembinaan terhadap Balai Lelang meliputi pembinaan teknis dan administrasi lelang.
(2) Pembinaan teknis dan administrasi lelang terhadap Balai Lelang dapat dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung.
(3) Pembinaan secara langsung meliputi tetapi tidak terbatas pada sosialisasi, pengarahan dan pemeriksaan.
(4) Pembinaan secara tidak langsung meliputi tetapi tidak terbatas pada memberikan himbauan dan tanggapan secara tertulis.
Pasal 26
(1) Pengawasan terhadap Balai Lelang dapat dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung.
(2) Pengawasan secara langsung meliputi tetapi tidak terbatas pada pemeriksaan catatan/administrasi perkantoran/kinerja perusahaan dan laporan atau pengaduan dari sumber-sumber lainnya.
(3) Pengawasan secara tidak langsung meliputi tetapi tidak terbatas pada melakukan verifikasi dan evaluasi laporan-laporan Balai Lelang.
Pasal 27
(1) Pengawasan Balai Lelang secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dilakukan paling kurang setiap 1 (satu) tahun sekali.
(2) Dalam melakukan pengawasan Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dapat menunjuk pejabat/pegawai Kantor Wilayah setempat sebagai pengawas.
Pasal 28
(1) Balai Lelang wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen atau memberikan keterangan yang diperlukan oleh pengawas.
(2) Berdasarkan laporan pengawas, Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan hasil laporan pengawasan kepada Direktur Jenderal.
(3) Dalam hal dipandang perlu, Direktur dapat melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dengan menunjuk pejabat/pegawai Direktorat Lelang sebagai pengawas.
BAB IX
LARANGAN DAN SANKSI
Pasal 29
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang dilarang:
a. memungut biaya apapun dari Pembeli dan Penjual di luar ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada buyers premium;
b. berperan serta secara langsung dalam kegiatan pelaksanaan Lelang Eksekusi dan/atau Lelang Noneksekusi Wajib;
c. bertindak selaku pengacara, dan/atau menjadi kuasa sebagai Penjual dari Pemegang Hak Tanggungan;
d. menjual selain dengan cara lelang terhadap barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual secara lelang;
e. melaksanakan lelang tidak di hadapan Pejabat Lelang;
f. melaksanakan Lelang Eksekusi dan/atau Lelang Noneksekusi Wajib;
g. melakukan kegiatan usaha di luar izin yang diberikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada melakukan tindakan pemanggilan kepada debitor, penagihan piutang (debt collector); dan/atau
h. membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dikuasakan kepadanya yang dijual secara lelang.
Pasal 30
(1) Balai Lelang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dikenakan sanksi:
a. surat peringatan;
b. surat peringatan terakhir;
c. pembekuan izin operasional;
d. pencabutan izin operasional; dan/atau
e. denda.
(2) Pengenaan sanksi berupa surat peringatan, surat peringatan terakhir dan denda dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang.
(3) Pengenaan sanksi berupa pembekuan izin operasional dan pencabutan izin operasional dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Balai Lelang diberikan sanksi berupa surat peringatan dalam hal:
(1) Tidak memenuhi kewajiban sebagai berikut:
a. tidak memenuhi fasilitas kantor dan gudang/tempat penyimpanan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f pada saat pindah alamat atau pindah tempat kedudukan;
b. tidak memberitahukan secara tertulis mengenai kepindahan alamat atau tidak meminta izin secara tertulis mengenai pindah tempat kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1);
c. tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pindah tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (5) huruf a;
d. tidak memberitahukan kepada khalayak umum melalui surat kabar harian mengenai pindah alamat atau pindah tempat kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (5) huruf b;
e. tidak meminta izin secara tertulis atas pembukaan kantor perwakilan dan tidak memberitahukan secara tertulis atas penutupan kantor perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9;
f. tidak memenuhi fasilitas kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c pada saat pembukaan kantor perwakilan;
g. tidak mengajukan permohonan izin secara tertulis mengenai perubahan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
h. tidak memberitahukan secara tertulis mengenai perubahan direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
i. terlambat menyetorkan Bea Lelang dan PPh ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d dan Pasal 23 huruf g;
j. terlambat menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi kepada yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf e dan Pasal 23 huruf f;
k. terlambat menyerahkan Hasil Bersih Lelang kepada Pemilik Barang sesuai dengan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i;
l. tidak menyerahkan barang, dokumen kepemilikan objek lelang, dan kuitansi pembayaran lelang kepada Pembeli Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf j;
m. tidak menyelenggarakan administrasi perkantoran dan terlambat atau tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf k;
n. terlambat menyetorkan denda atas keterlambatan penyetoran Bea Lelang;
o. tidak memperlihatkan buku, catatan, dokumen atau memberikan keterangan yang diperlukan oleh pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1); dan/atau
p. terlambat mengembalikan Uang Jaminan Penawaran Lelang kepada peserta lelang yang tidak ditunjuk sebagai Pembeli.
(2) Melakukan pelanggaran sebagai berikut:
a. memungut biaya apapun dari Pembeli dan Penjual di luar ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada buyers premium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a;
b. berperan serta secara langsung dalam kegiatan pelaksanaan Lelang Eksekusi dan/atau Lelang Noneksekusi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b; dan/atau
c. bertindak selaku pengacara, dan/atau menjadi kuasa sebagai Penjual dari Pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c.
Pasal 32
(1) Terhadap Balai Lelang yang tidak memenuhi surat peringatan atas tidak dipenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat peringatan, diberikan surat peringatan terakhir oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang.
(2) Terhadap Balai Lelang yang tidak mengindahkan surat peringatan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), diberikan surat peringatan terakhir oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang.
Pasal 33
(1) Dalam hal Balai Lelang tidak memenuhi atau tidak mengindahkan surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat peringatan terakhir, Kepala Kantor Wilayah mengajukan usul pemberian sanksi pembekuan izin operasional Balai Lelang.
(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan pembekuan izin operasional Balai Lelang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan usul dari Kepala Kantor Wilayah setempat dan pertimbangan dari Direktur.
(3) Direktur Jenderal melakukan pembekuan izin operasional Balai Lelang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya usul pembekuan izin operasional dari Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Pembekuan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para Kepala Kantor Wilayah untuk disebarluaskan.
(5) Pembekuan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 34
Selama masa pembekuan izin operasional, Balai Lelang harus menyelesaikan kewajibannya dan dilarang melakukan kegiatan usaha, pengalihan saham, dan perubahan manajemen.
Pasal 35
Pembekuan izin operasional Balai Lelang dicabut, jika yang bersangkutan telah menyelesaikan kewajibannya.
Pasal 36
Pencabutan izin operasional Balai Lelang dilakukan, jika Balai Lelang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 37
Izin operasional Balai Lelang dicabut tanpa didahului dengan surat peringatan, surat peringatan terakhir dan pembekuan izin operasional jika:
a. setelah izin operasional diberikan ternyata diperoleh keterangan/data yang tidak benar atau palsu;
b. menjual barang yang diserahkan kepadanya selain dengan cara lelang;
c. melaksanakan lelang tidak dihadapan Pejabat Lelang;
d. melaksanakan Lelang Eksekusi dan/atau Lelang Noneksekusi Wajib;
e. melakukan kegiatan usaha di luar izin yang diberikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada melakukan tindakan pemanggilan kepada debitor, penagihan piutang (debt collector); dan/atau
f. membeli sendiri barang yang dilelang baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 38
(1) Pencabutan izin operasional Balai Lelang bersifat final.
(2) Pemegang saham dan direksi Balai Lelang yang telah dicabut izin operasionalnya tidak dapat diberikan izin operasional Balai Lelang yang baru untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak izin operasional dicabut.
Pasal 39
(1) Balai Lelang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d, dikenakan denda sebesar 2% perbulan dari jumlah yang terlambat dibayar.
(2) Pembayaran denda dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Bea Lelang ke Kas Negara paling lama 24 (duapuluh empat) bulan.
(3) Dalam menghitung pengenaan denda, bagian dari bulan dihitung menjadi 1 (satu) bulan penuh.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetorkan ke Kas Negara oleh Balai Lelang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, melalui Mata Anggaran Penerimaan (MAP) Bea Lelang dan dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang serta Direktur Jenderal.
BAB X
ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN
Pasal 40
Balai Lelang dalam melaksanakan administrasi perkantoran wajib mempunyai:
a. Buku Register Permintaan Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;
b. Buku Kegiatan Pralelang dan Pascalelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;
c. Buku Penerimaan dan Penyerahan Barang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini; dan
d. Buku Penerimaan dan Penyetoran Harga Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 41
(1) Balai Lelang wajib menyampaikan:
a. Laporan Bulanan Realisasi Pelaksanaan Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini;
b. Laporan Bulanan Kas/Bank dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini dengan melampirkan bukti-bukti antara lain fotokopi Buku Kas Harian dan fotokopi Rekening Koran;
c. Laporan Bulanan Realisasi Pelaksanaan Jasa Pralelang dan Pascalelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini; dan
d. Laporan Kegiatan Tahunan Balai Lelang dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal c.q Direktur Lelang dan Kepala Kantor Wilayah setempat paling lambat tanggal 10 (sepuluh) sesudah bulan laporan, kecuali Laporan Kegiatan Tahunan disampaikan paling lambat tanggal 10 Januari sesudah tahun laporan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
a. Permohonan izin operasional Balai Lelang yang masih dalam proses penyelesaian tetap diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang; dan
b. Izin operasional Balai Lelang yang telah diterbitkan dinyatakan tetap berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2010
MENTERI KEUANGAN,



Diundangkan di Jakarta AGUS D.W. MARTOWARDOJO
pada Tanggal 30 September 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,



PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 476

Tidak ada komentar:

Posting Komentar