Cari Blog Ini

Selasa, 27 Maret 2012

lanjutan TATA CARA PELAKSANAAN SEWA BARANG MILIK NEGARA


Bagian Kedua
Formula Tarif Sewa

Pasal 20


(1)
Formula tarif Sewa BMN merupakan hasil perkalian dari:



a.
Tarif pokok Sewa; dan



b.
Faktor penyesuai Sewa.


(2)
Formula tarif Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh:



a.
Pengelola Barang dalam:




i.
menghitung besaran Sewa untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan;




ii.
menghitung besaran sewa untuk BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang dengan nilai buku lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan




iii.
mengkaji usulan Sewa BMN dari Pengguna Barang;



b.
Pengguna Barang dalam menghitung besaran usulan Sewa untuk BMN berupa:




i.
sebagian tanah dan/atau bangunan dengan nilai buku sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan




ii.
selain tanah dan/atau bangunan, yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.

Bagian Ketiga
Tarif Pokok Sewa

Paragraf 1
Lingkup Tarif Pokok Sewa

Pasal 21


(1)
Tarif pokok Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a, dibedakan untuk:



a.
BMN berupa tanah;



b.
BMN berupa bangunan;



c.
BMN berupa tanah dan bangunan;



d.
BMN selain tanah dan/atau bangunan.


(2)
Tarif pokok Sewa BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dapat termasuk formula Sewa BMN berupa prasarana bangunan.


(3)
Tarif pokok Sewa BMN selain tanah dan/atau bangunan dihitung dan ditetapkan oleh masing-masing Pengguna Barang berkoordinasi dengan instansi terkait, setelah memperoleh persetujuan Pengelola Barang.

Paragraf 2
Tarif Pokok Sewa Tanah

Pasal 22


Tarif pokok Sewa untuk BMN berupa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a merupakan hasil perkalian dari:


a.
faktor variabel Sewa tanah;


b.
luas tanah (Lt); dan


c.
nilai tanah (Nt).

Pasal 23


(1)
Faktor variabel Sewa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a ditetapkan sebesar 3,33% (tiga koma tiga puluh tiga persen).


(2)
Perubahan besaran faktor variabel Sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 24


(1)
Luas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b dihitung berdasarkan gambar situasi/peta tanah atau sertifikat tanah.


(2)
Dalam hal tanah yang disewakan hanya sebagian dari keseluruhan tanah, maka luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar luas bagian tanah yang disewakan.


(3)
Dalam hal pemanfaatan bagian tanah yang disewakan memiliki dampak terhadap bagian tanah yang lainnya, maka luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan jumlah tertentu yang diyakini terkena dampak pemanfaatan tersebut.


(4)
Luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dalam meter persegi.

Pasal 25


(1)
Nilai tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c merupakan nilai wajar atas tanah.


(2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang nilai buku BMN berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan dengan nilai buku sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), penggunaan nilai dalam pengajuan usulan Sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang:



a.
dapat digunakan nilai buku yang tercatat dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna atau Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna, sepanjang nilai wajar atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada; atau



b.
dapat digunakan indikasi nilai yang mencerminkan perkiraan nilai tanah, sepanjang nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan nilai buku sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak ada.


(3)
Nilai tanah dihitung dalam rupiah per meter persegi.


(4)
Dalam hal tanah yang akan disewakan berada di luar negeri, nilai tanah per meter persegi dapat dihitung dengan menggunakan satuan mata uang setempat.

Paragraf 3
Tarif Pokok Sewa Bangunan

Pasal 26


(1)
Tarif pokok Sewa untuk BMN berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b merupakan hasil perkalian dari:



a.
faktor variabel Sewa bangunan;



b.
luas bangunan (Lb); dan



c.
nilai bangunan.


(2)
Dalam hal Sewa bangunan termasuk prasarana bangunan, maka tarif pokok Sewa bangunan ditambahkan tarif pokok Sewa prasarana bangunan.

Pasal 27


(1)
Faktor variabel Sewa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a ditetapkan sebesar 6,64% (enam koma enam puluh empat persen).


(2)
Perubahan besaran faktor variabel Sewa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 28


(1)
Luas bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b merupakan luas lantai bangunan sesuai gambar dalam meter persegi.


(2)
Dalam hal bangunan yang disewakan hanya sebagian dari bangunan, maka luas bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar luas lantai dari bagian bangunan yang disewakan.


(3)
Dalam hal pemanfaatan bagian bangunan yang disewakan memiliki dampak terhadap bagian bangunan yang lainnya, maka luas bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan jumlah tertentu dari luas bangunan yang diyakini terkena dampak dari pemanfaatan tersebut.

Pasal 29


(1)
Nilai bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c merupakan nilai wajar atas bangunan.


(2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang nilai buku BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disewakan sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), penggunaan nilai dalam pengajuan usulan Sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang:



a.
dapat digunakan harga satuan bangunan, sepanjang nilai wajar atas bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada;



b.
dapat digunakan nilai buku yang tercatat dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna atau Laporan Barang Pengguna/ Kuasa Pengguna, sepanjang nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan harga standar bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak ada; atau



c.
dapat digunakan indikasi nilai yang mencerminkan perkiraan nilai bangunan, sepanjang nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harga standar bangunan untuk menghitung harga satuan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan nilai buku sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak ada.


(3)
Nilai bangunan dihitung dalam rupiah per meter persegi.


(4)
Dalam hal bangunan yang akan disewakan berada di luar negeri, nilai bangunan per meter persegi dapat dihitung dengan menggunakan satuan mata uang setempat.

Pasal 30


Harga satuan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a merupakan perkalian dari:


a.
harga satuan bangunan standar (Hs); dan


b.
nilai sisa bangunan (Nsb).

Pasal 31


(1)
Harga satuan bangunan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a merupakan harga satuan bangunan standar sesuai klasifikasi/tipe dalam keadaan baru yang dihitung berdasarkan keputusan pemerintah daerah kabupaten/kota setempat pada tahun yang bersangkutan.


(2)
Dalam hal bangunan yang akan disewakan lebih dari 1 (satu) lantai, maka harga satuan bangunan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan faktor jumlah lantai bangunan.


(3)
Penghitungan faktor jumlah lantai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Lampiran yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 32


(1)
Nilai sisa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b merupakan nilai sisa bangunan dalam persentase setelah diperhitungkan penyusutan.


(2)
Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyusutan BMN.


(3)
Dalam hal ketentuan mengenai penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ada, maka perhitungan penyusutan dihitung:



a.
untuk bangunan permanen sebesar 2% (dua persen) per tahun;



b.
untuk bangunan semi permanen sebesar 4% (empat persen) per tahun; dan



c.
untuk bangunan darurat sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun.


(4)
Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen).


(5)
Dalam hal sisa bangunan menurut umur tidak sesuai dengan kondisi nyata, maka nilai sisa bangunan ditetapkan berdasarkan kondisi bangunan dengan perhitungan:



a.
untuk kondisi baik, baik siap pakai maupun perlu pemeliharaan awal, sebesar 85% (delapan puluh lima persen) sampai dengan 100% (seratus persen);



b.
untuk kondisi rusak ringan, yakni rusak pada sebagian bangunan yang bersifat non struktur sebesar 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan 85% (delapan puluh lima persen); dan



c.
untuk kondisi rusak berat:




i.
untuk rusak berat pada sebagian bangunan, baik yang bersifat struktur maupun non struktur, sebesar 55% (lima puluh lima persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen); dan




ii.
untuk rusak berat pada sebagian besar bangunan, baik yang bersifat struktur maupun non struktur, sebesar 35% (tiga puluh lima persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

Paragraf 4
Tarif Pokok Sewa Tanah dan Bangunan

Pasal 33


(1)
Tarif pokok Sewa untuk BMN berupa tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c merupakan hasil penjumlahan dari:



a.
Tarif pokok Sewa tanah; dan



b.
Tarif pokok Sewa bangunan.


(2)
Penghitungan tarif pokok Sewa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 25.


(3)
Penghitungan tarif pokok Sewa bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 32.

Paragraf 5
Tarif Pokok Sewa Prasarana Bangunan

Pasal 34


Tarif pokok Sewa untuk prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) merupakan hasil perkalian dari:


a.
faktor variabel Sewa prasarana bangunan; dan


b.
nilai prasarana bangunan (Hp).

Pasal 35


Faktor variabel Sewa prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a ditetapkan sama besar dengan faktor variabel Sewa bangunan.

Pasal 36


(1)
Nilai prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b merupakan nilai wajar atas prasarana bangunan.


(2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggunaan nilai dalam pengajuan usulan Sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang:



a.
dapat digunakan nilai buku prasarana bangunan yang tercatat dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna atau Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna, sepanjang nilai wajar atas bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada; atau



b.
dapat digunakan indikasi nilai yang mencerminkan perkiraan nilai prasarana bangunan, sepanjang nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan nilai buku sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak ada.


(3)
Nilai prasarana bangunan dihitung dalam rupiah.


(4)
Dalam hal bangunan yang akan disewakan berada di luar negeri, nilai prasarana bangunan dapat dihitung dengan menggunakan satuan mata uang setempat.

Pasal 37


(1)
Nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a merupakan nilai setelah diperhitungkan penyusutan.


(2)
Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyusutan BMN.


(3)
Dalam hal nilai buku prasarana bangunan yang tercatat dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna atau Laporan Barang Pengguna/ Kuasa Pengguna belum memperhitungkan penyusutan, maka nilai buku prasarana bangunan dihitung dengan perkalian antara:



a.
harga prasarana bangunan (Hp); dan



b.
nilai sisa prasarana bangunan (Nsp).

Pasal 38


(1)
Harga prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf a merupakan harga prasarana bangunan dalam keadaan baru dalam rupiah per meter persegi.


(2)
Nilai sisa prasarana bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf b merupakan nilai sisa bangunan dalam persentase setelah diperhitungkan penyusutan.


(3)
Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyusutan BMN.


(4)
Dalam hal belum terdapat pengaturan mengenai penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka perhitungan penyusutan dihitung:



a.
untuk prasarana berupa pekerjaan halaman sebesar 5% (lima persen) per tahun;



b.
untuk prasarana berupa mesin atau instalasi sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun; dan



c.
untuk prasarana berupa alat perabot dan elektronik sebesar 25%(dua puluh lima persen) per tahun.


(5)
Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen).

Bagian Keempat
Faktor Penyesuai Sewa

Paragraf 1
Komponen Faktor Penyesuai Sewa

Pasal 39


(1)
Faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b meliputi:



a.
jenis kegiatan usaha penyewa;



b.
bentuk kelembagaan penyewa; dan



c.
periodesitas Sewa.


(2)
Faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dalam persentase.


(3)
Faktor penyesuai Sewa berupa jenis kegiatan usaha penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan paling tinggi sebesar 100% (seratus persen).

Paragraf 2
Jenis Kegiatan Usaha Penyewa

Pasal 40


Jenis kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas:


a.
kegiatan bisnis;


b.
kegiatan non bisnis; dan


c.
kegiatan sosial.

Pasal 41


(1)
Kelompok kegiatan bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a diperuntukkan bagi kegiatan yang berorientasi semata-mata mencari keuntungan, antara lain:



a.
perdagangan;



b.
jasa; dan



c.
industri.


(2)
Kelompok kegiatan non bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b diperuntukkan bagi kegiatan yang menarik imbalan atas barang atau jasa yang diberikan namun tidak semata-mata mencari keuntungan, antara lain:



a.
pelayanan kepentingan umum yang memungut biaya dalam jumlah tertentu atau terdapat potensi keuntungan, baik materil maupun immateril;



b.
penyelenggaraan pendidikan nasional;



c.
upaya pemenuhan kebutuhan pegawai atau fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi instansi Pengguna Barang; dan



d.
kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non bisnis.


(3)
Kelompok kegiatan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c diperuntukkan bagi kegiatan yang tidak menarik imbalan atas barang/jasa yang diberikan dan/atau tidak berorientasi mencari keuntungan, antara lain:



a.
pelayanan kepentingan umum yang tidak memungut biaya dan/atau tidak terdapat potensi keuntungan;



b.
kegiatan sosial;



c.
kegiatan keagamaan;



d.
kegiatan kemanusiaan; dan



e.
kegiatan penunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan/negara; dan



f.
kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria sosial.

Paragraf 3
Bentuk Kelembagaan penyewa

Pasal 42


(1)
Bentuk kelembagaan penyewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b, dikelompokkan sebagai berikut:



a.
Kategori I, meliputi:




i.
Swasta, kecuali yayasan dan koperasi;




ii.
Badan Usaha Milik Negara;




iii.
Badan Usaha Milik Daerah;




iv.
Badan hukum yang dimiliki negara; dan




v.
Lembaga pendidikan asing.



b.
Kategori II, meliputi:




i.
Yayasan;




ii.
Koperasi;




iii.
Lembaga Pendidikan Formal; dan




iv.
Lembaga Pendidikan Non Formal.



c.
Kategori III, meliputi:




i.
Lembaga sosial;




ii.
Lembaga kemanusiaan;




iii.
Lembaga keagamaan; dan




iv.
Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/negara.


(2)
Bentuk kelembagaan penyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan dokumen yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.


(3)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan rencana kegiatan penyewaan disampaikan pada saat pengajuan usulan sewa.

Pasal 43


(1)
Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a angka v meliputi lembaga pendidikan asing yang menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.


(2)
Lembaga pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b angka iii meliputi lembaga pendidikan dalam negeri, baik milik swasta maupun milik pemerintah/negara, meliputi:



a.
lembaga pendidikan anak usia dini formal;



b.
lembaga pendidikan dasar;



c.
lembaga pendidikan menengah; dan



d.
lembaga pendidikan tinggi.


(3)
Lembaga pendidikan non formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b angka iv meliputi:



a.
lembaga kursus;



b.
lembaga pelatihan;



c.
kelompok belajar;



d.
pusat kegiatan belajar masyarakat;



e.
majelis taklim; dan



f.
satuan pendidikan yang sejenis.


(4)
Lembaga sosial, lembaga kemanusiaan, dan lembaga keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c angka i, ii, dan iii, termasuk lembaga internasional dan/atau asing yang menyelenggarakan kegiatan sosial, kemanusiaan, dan/atau keagamaan di Indonesia.

Pasal 44


(1)
Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha bisnis ditetapkan sebesar 100% (seratus persen).


(2)
Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha non bisnis ditetapkan sebagai berikut:



a.
Kategori I sebesar 50% (lima puluh persen);



b.
Kategori II sebesar 40% (empat puluh persen); dan



c.
Kategori III sebesar 30% (tiga puluh persen).


(3)
Besaran faktor penyesuai Sewa untuk kelompok jenis kegiatan usaha sosial ditetapkan sebagai berikut:



a.
Kategori I sebesar 10% (sepuluh persen);



b.
Kategori II sebesar 5% (lima persen); dan



c.
Kategori III sebesar 5% (lima persen).


(4)
Besaran faktor penyesuai Sewa untuk periodesitas Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c ditetapkan sebagai berikut:



a.
per tahun sebesar 100% (seratus persen);



b.
per bulan sebesar 130% (seratus tiga puluh persen);



c.
per hari sebesar 160% (seratus enam puluh persen);



d.
per jam sebesar 190% (seratus sembilan puluh persen).

Pasal 45


Perubahan besaran faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar